Dicky Budiman epidemiolog University Griffith
Health

Evaluasi PPKM Darurat, Epidemiolog Sebut Perlu Pengetatan Cegah Risiko Ledakan

Ni Luh Anggela
Senin, 12 Juli 2021 - 11:41
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Kasus positif Covid yang tidak terkendali membuat pemerintah memutuskan menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di beberapa tempat di Indonesia.
 
Praktisi dan peneliti Global Health Security dan Pandemi pada Center for Environment and Population Health di Griffith University Australia, dr Dicky Budiman membagikan analisis evaluasinya terhadap PPKM Darurat dari 3 hingga 9 Juli. 
 
Untuk melihat keberhasilan intervensi menurut dr Dicky, terdapat dua hal utama yaitu Growth Rate (pertumbuhan kasus infeksi)  dan angka reproduksi, yang diikuti dengan data kematian dan tes positivity rate.
 
Pertama, untuk Growth Rate pada tanggal 3 Juli dari 38,3 persen meningkat pada 9 Juli menjadi 45,4 persen. Kemudian angka reproduksi mengalami peningkatan dari tanggal 3 Juli 1,37 menjadi 1,4 pada 9 Juli.
 
Data lain kematian juga meningkat per satu juta dari tanggal 3 Juli 219 kematian per satu juta dikaitkan dengan Covid. Saat ini data kematian meningkat menjadi 236 kematian per satu juta penduduk.
 
Kemudian tes. dr Dicky mengatakan tes ini menjadi penting karena ini menggambarkan seberapa serius nantinya kita untuk memperbaiki situasi ini.
 
Tes dilihat dari dua hal, skala penduduk dan eskalasi dari pandemi. Dari dua tes ini pertama, dari skala penduduk pada 3 Juli dilakukan 49,8 tes per seribu orang. Sedangkan pada 9 Juli dilakukan 52 tes per seribu orang, dimana ada sedikit peningkatan. Tapi menurutnya, ini belumlah memadai, bahkan jauh dari memadai karena kaitan dengan tes ini dilihat dari tes positivity ratenya.  Tes Positivity rate pada 3 Juli 24,1 persen dan per 9 Juli  26,6 persen meningkat.
 
“Artinya ini menandakan tidak atau belum memadainya tes. Masih belum bisa menjangkau dan menemukan kasus-kasus infeksi.” kata dr Dicky kepada bisnis.com. “Dan ini terlihat dari tes terhadap kasus konfirmasi, jadi dalam setiap menemukan satu kasus konfirmasi Covid yang positif pada 3 Juli itu perlu 4,1 tes. Pada 9 Juli menurun hanya perlu 3,8 tes untuk menemukan satu kasus infeksi.”
 
Itu menunjukkan bahwa tes yang dilakukan di Indonesia walaupun sudah melakukan 52 tes per seribu orang, masih jauh dari memadai serta belum merata dan juga setara.
 
Kabar baiknya diluar kabar yang kurang menggembirakan menurut dr Dicky, adalah bahwa untuk vaksin per seribu orang ini ada peningkatan dari tanggal 3 Juli 16,6 orang sudah divaksin per seribu orang menjadi per 9 Juli 18,5 orang sudah divaksin per seribu orang. Dan saat ini setidaknya 13 persen orang Indonesia sudah menerima 1 vaksin dari sebelumnya tanggal  3 Juli 11,54 persen.
 
“Ini tentu harus menjadi modal evaluasi bahwa kita harus tingkatkan, dan ingat esensi dari PPKM darurat ini adalah sebetulnya memperkuat 3T, memperkuat vaksinasi, dan memperkuat pembatasan. Pembatasan ini termasuk pintu masuk negara sampai penguatan di skala komunitas dan visitasi.” jelasnya.
 
Dr Dicky menilai, selama kurang lebih seminggu PPKM Darurat diberlakukan, baik di pintu masuk maupun di masyarakat, pembatasan ini masih belum optimal. WFH misalnya, dalam 100 persen data menunjukkan tidak berdampak pembatasan mobilitas interaksi, dimana tidak bisa menurunkan angka reproduksi maupun Growth Rate. Karena itu menurutnya, ini harus segera diperbaiki dan diperkuat untuk mencegah potensi ledakan besar di akhir Juli.
 
Dan catatan penting lainnya adalah masalah angka kematian yang diakibatkan oleh kegagalan dalam 3T, menemukan kasus secara cepat di masyarakat.
 
“Makanya 3T harus ditingkatkan, 500 ribu itu minimal per harinya. Tapi kalau melihat ini saya kira ini akan lebih dari 500 ribu dan setara merata, dan saya lihat daerah ini belum semuanya memiliki komitmen.” ungkapnya.
 
Selain 3T, dr Dicky juga menekankan pentingnya visitasi. Kunjungan ke rumah ini menjadi sangat penting untuk menemukan kasus-kasus infeksi di masyarakat, sehingga bisa cepat ditangani dan bisa menurunkan angka kematian per satu juta yang meningkat, dari yang sebelumnya 236 per satu juta kematian Covid.
 
dr Dicky juga melakukan perbandingan data regional dengan data dunia. Pertama untuk Growth Rate. Growth Rate di Indonesia per 9 Juli 45,4 persen dan data dunia 11,7 persen secara global juga masih menuju puncak dan mengalami peningkatan kasus. Growth Rate apabila positif, akan terus maju menuju puncak, dan apabila sudah negatif, ia sudah melandai.
 
Di kawasan ASEAN, menurutnya untuk Growth Rate sedang menuju puncak terutama Vietnam 136 persen dan Malaysia 19,9 persen pertumbuhannya juga masih positif yang menuju puncak. Kemudian untuk Filipina, Growth Ratenya melandai dan saat ini sedang dalam posisi melandai  minus 6.
 
Kemudian untuk angka reproduksi Indonesia per 9 Juli adalah 1, 4 itu juga diatas angka reproduksi dunia yaitu 1,07.
 
Untuk tes sendiri, Indonesia masuk ke dalam kategori negara dengan cakupan testing rendah, dan positivity rate Indonesia per 9 Juli adalah 26,6 persen. Adapun negara di ASEAN seperti Malaysia 8,5 persen tes positivity ratenya, Filipina 11,7 persen tes positivity ratenya dan Vietnam sudah termasuk dalam kategori terkendali yakni di 1,2 persen tes positivity ratenya.
 
“Jadi, untuk masuk ke dalam kategori terkendali tes positivity rate adalah 5 persen paling tinggi. Kalau di bawah 3 persen sangat terkendali sebetulnya. Vietnam masuk ke dalam kategori itu.” ungkapnya.
 
Singapura sendiri berada di bawah 1 persen untuk tes positivity rate, artinya pandemi di Singapura sangat terkendali. Karena tes positivity rate menggambarkan  status terkendalinya satu pandemi di negara atau wilayah, dr Dicky berharap Indonesia harus menuju pada 5 persen paling tinggi agar masuk ke dalam kategori terkendali.
 
Lantas bagaimana sebetulnya performa vaksinasi Indonesia di ASEAN?
 
Di Singapura, 103 orang setidaknya sudah menerima satu vaksin per seratus orang. Kemudian Malaysia 33 per seratus orang, Indonesia 18,5 per seratus orang, Vietnam 4 per seratus orang dan Filipina 11 per seratus orang.
 
Meski demikian, menurut dr Dicky vaksinasi di Indonesia harus dikejar dan dilakukan percepatan. Selain itu, 3T di Indonesia masih jauh sekali sehingga testing menjadi kunci.
 
“Jadi jangan takut menemukan kasus. Karena jika takut ya begini kita akan tiba-tiba meningkat karena tidak bisa mengendalikan pandemi. Bahaya sekali dan tentu penerapan PPKM darurat ini harus optimal didukung semua pihak dan disadari bahwa situasi ini  sudah kritis dan menuju semakin kritis semakin serius.” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro