Bisnis.com, JAKARTA –BioNTech telah mengumumkan peluncuran proyek pengembangan vaksin malaria berbasis mRNA pertama. Dan uji klinis vaksin malaria tersebut direncanakan pada akhir tahun 2022.
Proyek itu didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Komisi Eropa, dan Yayasan Bill and Melinda Gates. Proyek itu juga ditujukan untuk mengembangkan kapasitas produksi yang berkelanjutan untuk vaksin berbasis mRNA di Afrika.
Jika berhasil, proyek tersebut akan menghasilkan vaksin malaria yang dapat membantu mengurangi tingginya angka kematian akibat malaria di Afrika.
Dilansir dari qz.com, Jumat (30/7/2021) menurut WHO, Afrika menyumbang 94% dari 229 juta kasus malaria dan 409.000 kematian akibat malaria pada 2019.
Pembuatan vaksin mRNA di Afrika penting mengingat bahwa benua tersebut memiliki kasus dan kematian malaria terbanyak.
BioNTech yang telah berpengalaman dalam pengembangan vaksin mRNA Covid-19 mengatakan bahwa proyek tersebut akan melibatkan penilaian beberapa kandidat vaksin. Dan akan menargetkan antigen yang diketahui seperti protein circumsporozoite (CSP) dan juga antigen baru. Nantinya akan dipilih kandidat yang paling menjanjikan untuk pengembangan klinis.
BioNTech berencana untuk mendanai penelitian dan produksi awal vaksin. Kemudian akan bekerja dengan mitranya untuk melakukan uji coba skala besar dan menyiapkan infrastruktur produksi untuk vaksin.
Perusahaan juga sedang menjajaki kemungkinan mendirikan fasilitas manufaktur untuk vaksin sendiri atau dengan mitra, dan mengandalkan kemampuan manufaktur Afrika dengan pusat transfer teknologi yang sedang dikembangkan oleh WHO.
Di benua itu, fasilitas manufaktur kemungkinan akan berlokasi di Afrika Selatan. Bulan lalu, WHO mengumumkan bekerja sama dengan mitra COVAX dan konsorsium Afrika Selatan yang terdiri dari Biovac, Afrigen Biologics, dan Vaksin, jaringan universitas, dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika untuk mendirikan pusat transfer teknologi vaksin mRNA Covid-19 pertamanya.
Minggu lalu BioNTech/Pfizer juga membuat kesepakatan produksi vaksin dengan Biovac Afrika Selatan untuk memproduksi sekitar 100 juta dosis vaksin per tahun untuk Uni Afrika.
Namun, kesepakatan itu hanya mencakup tahap akhir dari proses pembuatan vaksin yang melibatkan pengisian vaksin yang sudah diproduksi ke dalam botol dan tahap pengemasan lainnya sebelum pengiriman.