Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Gubernur nomor 974 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 kian menjadi sorotan. Pada peraturan sebagai upaya menanggulangi Covid-19 itu, salah satunya mengatur pembatasan kegiatan rumah makan, restoran dan kafe.
Dengan diperpanjangnya kembali PPKM Level 4 hingga 16 Agustus 2021, maka peraturan tersebut semakin di perpanjang.
Jika di kebijakan sebelumnya peraturan menyarankan untuk tidak makan di tempat, maka kini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengizinkan.
Ketentuan makan 20 menit diatur dalam Inmendagri Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 dan Level 3 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
Aturan tersebut berbunyi, warung makan/warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal pengunjung makan 25 persen (dua puluh lima persen) dari kapasitas dan waktu makan maksimal 20 (dua puluh) menit.
Ada juga beberapa izin yang diberlakukan. Yang berada di ruangan terbuka dan udara bebas bukan pada ruangan tertutup pengunjung maksimal 25 % saja. kemudian, satu meja maksimal 2 orang, dine in atau makan di tempat maksimal 20 menit. Dan jam operasional hingga jam 20.00 WIB.
Adapun makan dengan 20 menit tersebut sempat menjadi bahan olokan di media sosial, Bahkan, beberapa influencer membuat konten yang mengundang tawa jika makan di warteg dengan waktu yang di batasi seperti acara perlombaan.
Menanggapi hal tersebut, Dokter spesialis gizi klinis, dr Titi Sekarindah, SpGK mengatakan apabila 20 menit adalah waktu yang cukup untuk memberi sinyal kenyang pada otak.
“Kalo makan sendirian tanpa ngobrol, 20 menit cukup. Jadi cukup makanan itu dikunyah dengan baik dan mengisi lambung. Lalu memberi sinyal ke otak jika sudah kenyang,” katanya pada Bisnis, Kamis (12/8/2021).
Senada dengan hal tersebut, di tempat dan hari yang berbeda, Ahli Gizi dr. Diana Suganda, Sp.GK mengatakan hal yang serupa. Menurutnya, makan dengan waktu 20 menit adalah waktu yang ideal.
“Kalau kita ngomongin makan yang ideal itu berapa menit, memang makan yang ideal antara 20 sampai 30 menit. Setelah 20 menit baru keluar tuh sinyal dari perut dari saluran cerna. Mereka akan keluar memberikan sinyal ke otak bahwa oke kita sudah kenyang, gitu,” jelasnya pada Bisnis, Jumat (13/8/2021).
Diana juga menjelaskan jika makan yang terburu-buru tidak akan mempengarungi pencernaan untuk mencerna makanan.
Saat makan buru-buru, makanan akan tetap di cerna oleh perut. Saluran pencernaan manusia panjang sekali, jadi berapa pun durasinya, proses pencernaan akan tetap terjadi.
Pada saat makan, banyak sekali proses yang terjadi. Pertama makanan akan lalui proses pengunyahan. Jika seseorang makan cepat namun mengunyangnya cukup bagus, maka makanan akan terpecah dengan baik sebelum masuk ke saluran cerna.
Kemudian di lambung terjadi proses keluarnya berbagai enzim. Makanan akan di hancurkan dan bercampur dengan berbagai enzim. Sehingga, nantinya makanan bisa terjadi pencernaan lebih lanjut di bagian usus bawah. Baru terjadi penyerapan vitamin, dan aneka nutrisi dari makanan. Setelah itu penyerapan air.
“Dan jika saat kita makan cepat, makan akan lebih banyak makan. Sehiggga mengakibatkan asupan yang meningkat. Kerana ada penelitian pada pasien obesitas setelah diteliti dan ditelaaah ternyata mereka fast eater atau pemakan cepat. Namun, satu lagi penelitian yang meneliti kelompok orang yang makan lambat,” tambah Diana.
Maka dari itu, Diana menyarankan agara waktu 20 menit sebaikanya tidak di hitung untuk makan, namun tidak makan di tempat. Waktu 20 menit itu baiknya untuk membungkus makanan.
Jika terpaksa makan di tempat, cari tempat kosong, di luar warung atau cari tempat sepi.
Menurutnya, saat kita makan di warung, atau masih satu tempat dalam warung kecil mungkin 2 atau 3 orang mungkin saja masih bisa terkena droplet.
“Apalagi jika fentilasi udaranya tidak bagus yah. Durasinya lama dan jarak makannya dekat. Jadi saran saya makan di bungkus atau bawa piringnya ke luar ke tempat yang benar benar tidak ada orang,” tutupnya.
Kendala pemilik Warteg
Saat dihubungi langsung oleh Bisnis, Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni mengemukakan jika pada praktiknya di lapangan, makan 20 menit di warteg adalah hal yang sulit dilakukan.
“Kebijakan waktu 20 menit itu sangat susah dilakukan di lapangan,” katanya pada Bisnis, Jumat (13/8/2021).
Menurut Mukroni hal itu sulit karena beberapa faktor. Pertama, segmen pelanggan warteg ada macam-macam, mulai dari anak kecil hingga orang tua. Jika orang tua yang makan akan dikhawatirkan tersedak karena makan buru-buru. Pasalnya, orang berusia tua cara makannya akan cendrung lebih lambat dari yang muda. Kemudian suasana jadi tidak nyaman dan tidak santai juga membuat makan tidak tenang untuk menelan.
Lalu, faktor yang kedua adalah menu makanan warteg sangatlah beragam. Oleh karena itu cara pengolahannya berbeda-beda. Dan durasi yang dibutuhkan orang bagian dapur menyiapkan menu tersebut akan banyak. Menurutnya, aturan 20 menit makan di tempat tidak spesifik mengatur persiapan pedagang untuk menyajikan makanan. Jika buru-buru, itu juga membahayakan pedangan saat menyipakan makanannya. Bukan tidak mungkin pedangan akan tersiram minyak panas dan lainnya saat menyiapakan pesanan.
“Misalnya lauknya pecel lele yang harus di goreng dadakan, itu cukup lama untuk disajikannya. Mulai dari lelenya di matiin, di bersihkan, di beri bumbu, di goreng. Di goreng juga harus krispi, jadi harus lama yah.” tambah Mukroni
Lalu yang jadi permasalahan pokonya adalah hal itu justru malah akan menambah konflik dengan pelanggan. Peraturan Pemerintah ini menurut Mukroni tidak membantu justru malah memperkeruh keterpurukan pemasukan para usaha warteg di tengah pandemi. Jika peraturan ini terus diberlakuakn bukan tidak mungkin para pelanggan menarik diri karena tidak puas makan di warteg.
Warteg alias warung tegal sudah lama menjadi tempat pelipur lapar idola para masyarakat Indonesia. Menawarkan hidangan kearifan lokal, warteg adalah rumah makan yang menawarkan harga ramah kantong di kantong masyarakat menengah ke bawah.
Popularitasnya sudah turun-menurun, bahkan jumlahnya sudah tidak tidak terhitung. Di setiap sudut kota di Indonesia bisa ditemukan warung makan berkonsep warteg.
Karena peraturan itu sangat menyulitkan, maka warteg saat ini memberlakukan aturan seperti sebelum peraturan itu ada. Tepatnya, warteg beroprasi seperti biasanya tanpa mematok durasi waktu. Jika diperaktikan, justru akan memunculkan konflik dengan pelanggan.
Posisi masyarakat saat ini sangat lemah daya belinya. Bahkan banyak yang minta makan gratis di warteg. Menurut Mukromi, seharusnya solusi pemerintah adalah menolong rakyat yang kekurangan.
“Saya pikir kebijakannya tidak pas. Kebijakan yang pas adalah pemerintah misalnnya mendorong bumn dan kantor pemerintah untuk membeli makan di warteg. Tidak perlu dine in, lalu dibagikan kepada rakyat yang kekurang ketimbang aturan 20 menit,” Tutupnya.