Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan peluncuran luas vaksin malaria pertama sebagai langkah yang diharapkan dapat menyelamatkan puluhan ribu nyawa anak-anak setiap tahun di seluruh Afrika.
Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyambut gembira “hari bersejarah” itu dan meminta agar vaksin itu disebarluaskan setelah program percontohan yang sukses di tiga negara Afrika untuk vaksin RTS,S.
“Saya memulai karir saya sebagai peneliti malaria dan saya merindukan hari dimana kita akan memiliki vaksin yang efektif melawan penyakit kuno dan mengerikan ini. Dan hari ini adalah hari itu, hari yang bersejarah, WHO merekomendasikan penggunaan luas vaksin malaria pertama di dunia,” kata Tedros pada konferensi pers di Jenewa seperti dikutip TheGuardian.com, Kamis (7/10/2021).
Vaksin RTS,S yang juga dikenal sebagai Mosquirix, dikembangkan oleh perusahaan farmasi Inggris GlaxoSmithKline (GSK). Vaksin itu telah diberikan kepada lebih dari 800.000 anak di Ghana, Kenya, dan Malawi sejak program percontohan dimulai pada 2019.
Vaksin, yang melalui uji klinis panjang, memiliki kemanjuran yang terbatas, namun mampu mencegah 39 persen kasus malaria dan 29 persen kasus malaria parah di antara anak-anak kecil di Afrika selama empat tahun percobaan.
Akan tetapi pada bulan Agustus, sebuah penelitian yang dipimpin oleh London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM) menemukan bahwa ketika anak-anak diberikan RTS,S dan obat antimalaria, terjadi pengurangan 70 persen dalam rawat inap atau kematian sebagaimana dikutip TheGuardian.com, Kamis (7/10).
“Menggunakan vaksin ini, selain alat yang ada untuk mencegah malaria, dapat menyelamatkan puluhan ribu jiwa anak muda setiap tahun,” kata Tedros.
Dia mengatakan vaksin itu aman dan secara signifikan telah mengurangi wabah malaria parah yang mengancam jiwa. Bahkan dia mengatakan cara itu sangat hemat biaya.
“Malaria telah bersama kita selama ribuan tahun, dan impian vaksin malaria telah lama seperti impian yang tidak mungkin tercapai. Hari ini, vaksin malaria RTS,S, lebih dari 30 tahun dalam pembuatan, mengubah arah sejarah kesehatan masyarakat. Perjalanan kita masih sangat panjang, tapi ini adalah langkah panjang di jalan itu," ujarnya.
Ada kekhawatiran bahwa kemajuan selama puluhan tahun untuk mengakhiri malaria telah terhenti. Alasannya, beberapa negara seperti Eritrea dan Sudan mengalami kebangkitan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2019, 409.000 orang meninggal karena penyakit parasit yang dibawa nyamuk, dan sebagian besar di Afrika. Lebih dari 270.000 korban adalah anak-anak balita.
Tetapi para ahli berharap pengumuman WHO akan menghidupkan kembali perlombaan untuk menemukan vaksin lain, sebuah pencarian yang telah berlangsung selama hampir satu abad.
Awal tahun ini, para ilmuwan di Jenner Institute of Oxford University mengatakan bahwa vaksin yang mereka kembangkan telah menunjukkan hasil yang akan membuatnya menjadi vaksin pertama yang memenuhi tujuan WHO tentang kemanjuran hingga 75 persen.
Selama 12 bulan, vaksin menunjukkan kemanjuran hingga 77 persen dalam uji coba terhadap 450 anak di Burkina Faso. Sedangkan percobaan yang lebih besar dengan melibatkan 4.800 anak di empat negara telah dimulai.