Bisnis.com, JAKARTA — Wanita yang terinfeksi COVID-19 selama kehamilan menghadapi risiko lahir mati dan kematian anak yang lebih tinggi dalam 28 hari setelah kelahiran.
Tidak seperti banyak patogen penyebab penyakit yang membunuh janin dengan menginfeksinya secara langsung, virus corona menyebabkan penghancuran plasenta yang luas dan parah. Hal ini membuat janin kekurangan oksigen.
Kematian tersebut disebabkan plasenta terinfeksi virus. Mereka menemukan bahwa kerusakan seperti itu terjadi pada sebagian kecil wanita hamil dengan COVID-19, dan bahwa semua wanita yang terkena dampak belum divaksinasi terhadap penyakit tersebut.
Hampir semua plasenta masing-masing memiliki tiga ciri yang oleh ahli patologi disebut sebagai plasenta SARS-CoV-2 yaitu deposit besar fibrin, protein pembekuan yang menghalangi aliran darah, kematian sel-sel dalam trofoblas, yang memasok nutrisi bagi embrio dan kemudian menjadi bagian dari plasenta, dan bentuk peradangan yang tidak biasa yang disebut intervillositis histiositik kronis.
Para peneliti menyebut tingkat kerusakan mempengaruhi 77,7% dari plasenta rata-rata. Virus itu tampaknya tidak membahayakan jaringan janin, tetapi kerusakan plasenta. Khususnya, tidak ada wanita dalam analisis yang diketahui memiliki COVID-19 yang parah.
Pada bulan November, COVID-19 meningkatkan risiko kehilangan kehamilan. Dari Maret 2020 hingga September 2021, 8.154 kelahiran mati dilaporkan, memengaruhi 0,65% kelahiran oleh wanita tanpa COVID dan 1,26% kelahiran oleh wanita dengan COVID-19.
Solusi yang dapat dilakukan sekarang adalah dengan vaksin. Vaksin bersama dengan terapi antivirus, dapat mengurangi kemungkinan virus menginfeksi plasenta.
Selain memastikan pasien hamil divaksinasi lengkap, dokter dan penyedia layanan kesehatan dapat memantau lebih dekat plasenta selama kehamilan menggunakan alat seperti ultrasound.