Bisnis.com, JAKARTA - Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka kembali mengonfirmasi bahwa dirinya positif Covid-19 berdasarkan tes PCR yang dilakukan pada Jumat pagi (4/3/2022). Apa sebenarnya penyebab dan gejala reinfeksi Covid-19?
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan ahli kesehatan, penyintas Covid-19 memang dapat terinfeksi kembali atau sering disebut dengan istilah reinfeksi.
Lantas, apa itu reinfeksi dan apa saja gejala yang muncul?
Dwi Retnoningrum, KFK Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mengatakan Reinfeksi adalah infeksi dengan strain yang baru dari SARS-CoV-2 pada pasien yang telah sembuh dari infeksi Covid-19.
Dia mengatakan beberapa laporan kasus reinfeksi disebabkan oleh varian virus yang berbeda, misalnya varian Omicron dan Delta.
"Salah satu upaya untuk mengetahui seseorang mengalami reinfeksi Covid-19 dengan whole genome sequencing (WGS), yaitu untuk mengetahui potensi variasi susunan materi genetik virus yang terjadi saat infeksi pertama dan kedua," ujarnya seperti dikutip dari situs RS Dr. Sardjito, Senin (6/3/2022).
Meski demikian, Dwi mengungkapkan sampai saat ini belum ada informasi yang pasti tentang frekuensi terjadinya reinfeksi Covid-19.
Lebih lanjut, pasien dengan reinfeksi Covid-19 juga akan merasakan berbagai macam gejala, mulai dari tanpa gejala hingga gejala yang berat.
"Pasien juga dapat merasakan keluhan yang sama, lebih ringan maupun lebih berat antara infeksi pertama dan infeksi kedua," imbuhnya.
Gejala Reinfeksi Covid-19
Beberapa penelitian memaparkan terdapat beberapa kasus dengan gejala kekambuhan seperti demam, malaise, mialgia, dan batuk setelah keluar.
Dia mengatakan hasil tes PCR dengan hasil yang positif mengkonfirmasi terjadinya infeksi dan menunjukkan kemungkinan terjadinya infeksi ulang.
Meskipun telah dikaitkan dengan karakteristik biologis Covid-19 dan faktor lain, seperti komorbid, kondisi klinis, penggunaan glukokortikoid, pengumpulan sampel, Dwi mengatakan pasien yang baru menjalani pemeriksaan awal maupun yang menjalani pemeriksaan evaluasi, dan bahkan infeksi bakteri sekunder, atau kemungkinan terjadinya infeksi ulang Covid-19.
Tes tindak lanjut atau evaluasi dengan hasil yang positif juga dapat berasal dari adanya virus yang menetap yang ditransfer dari saluran pernapasan bagian bawah ke tenggorokan dan hidung karena adanya batuk.
"Hal itu menjelaskan bahwa tes PCR ulang bisa menunjukkan hasil positif karena beberapa alasan sehingga sulit untuk membedakan antara reinfeksi, reaktivasi, atau penyebab lainnya," ucapnya.
Pada salah satu studi menunjukkan bahwa antibodi dan kekebalan bisa bertahan sekitar 40 hari dan ada kemungkinan infeksi ulang atau reaktivasi infeksi laten setelah periode ini.
Oleh karena itu, pemulihan dari Covid-19 mungkin tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi ulang selamanya. Selanjutnya, sebelumnya penelitian yang terkait dengan jenis virus corona manusia lainnya menunjukkan kemungkinan infeksi ulang oleh varian yang lain.
Untuk itu, dia meminta masyarakat menjaga kewaspadaan selama masa pemulihan dan mempertimbangkan kemungkinan mutasi genetik. Beberapa kasus mungkin menunjukkan hasil tes negatif palsu pada saat pemulangan atau pasien tidak sepenuhnya memenuhi kriteria pemulangan
"Beberapa penelitian menjelaskan bahwa infeksi ulang juga berpotensi terjadi karena kekebalan tubuh melemah seiring waktu," ujar Dwi.