Toxic Masculinity/bonobology
Relationship

Apa Itu Toxic Masculinity? dan Bagaimana Ini Cara Mengatasinya

Widya Islamiati
Senin, 15 Agustus 2022 - 16:02
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Sudah tidak asing dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengharuskan laki-laki bersikap tegas dari perempuan, lebih keras dari perempuan bukan?

Jika laki-laki menangis maka kemasulinannya diragukan, dianggap bukan laki-laki yang baik dan lain-lain. Hal itu merupakan toxic masculinity.

Menurut urbandictionary, toxic masculinity merupakan istilah yang menggambarkan jenis gagasan represif sempit tentang peran gender laki-laki, yang mengartikan maskulinitas adalah sifat maskulin yang dilebih-lebihkan, seperti tidak emosional, kekerasan, juga agresif secara seksual.

Lalu hal apa saja yang harus dilakukan jika terjebak dalam toxic masculinity? Berikut ini cara untuk mengatasi toxic masculinity ala medicalnewstoday dan healthline.

Menurut penelitian yang dilakukan di Amerikat Serikat pada tahun 2020, toxic masculinity dapat menciptakan keyakinan bahwa maskulinitas ‘layak’ dan harus terlihat dengan cara tertentu, termasuk agresi, permusuhan, serta ketahanan yang berlebihan.

Umumnya, toxic masculinity berdasar pada standar sosial atau budaya yang berlaku dalam suatu tempat. Konsep maskulinitas dalam toxic masculinity adalah mementingkan kejantanan dari segalanya, seperti laki-laki harus punyai kekuatan yang lebih daripada perempuan, kejantanan seksual juga dominasi.

Contoh toxic masculinity dalam kehidupan sehari-hari adalah keyakinan bahwa laki-laki yang punyai maskulinitas harus dapat lebih baik daripada perempuan, mengangkat beban lebih banyak, serta tidak boleh menunjukkan kelemahan emosi.

Penyebab Toxic Masculinity

Penyebab toxic masculinity selain karena standar sosial dan budaya yang berlaku, juga umumnya karena kombinasi perilaku yang dibentuk oleh usia, kelas, seks bahkan agama. Dari sini, maskulinitas berkembang menjadi sebuah aturan yang sempit juga keras.

Bagaimana Cara Mengatasi Toxic Masculinity

Memerlukan perubahan besar-besaran mengenai budaya dan standar sosial untuk mengatasi toxic masculinity, termasuk stereotip gender juga kesadaran tentang kesehatan mental. Tapi mengatasi hal ini juga bisa dimulai dari pemikiran diri sendiri dengan cara berikut:

· Pertanyakan definisi maskulinitas yang berkembang di sekitar, dan apakah jika seseorang tidak penuhi itu dianggap bukan laki-laki. Contohnya dalam suatau wilayah berkembang bahwa definisi maskulinitas adalah ketika laki-laki dapat menahan emosi dan tidak menangis, maka tanyakan pada diri sendiri, apakah jika laki-laki menangis, berarti dia bukan lagi perempuan?

· Mencintai diri sendiri (jika laki-laki) meskipun tidak penuhi tuntutan maskulinitas di sekitar.

· Tidak ikut memaksa semua laki-laki agar penuhi tuntutan maskulinitas yang berkembang di sekitar.

· Menanamkan bahwa semua orang punyai karakter masing-masing tanpa harus terperangkap dalam toxic masculinity.

 

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro