Bisnis.com, JAKARTA - Memelihara kesehatan gigi dan mulut adalah hal yang harus dilakukan. Selain untuk kesehatan dan kebersihan diri sendiri, ini juga agar menjadi langkah pencegahan kerusakan gigi yang menyebabkan timbulnya penyakit dalam mulut. Sehingga bisa mengurangi intensitas mendatangi dokter gigi, terutama bagi yang punya keterbatasan akses mendatangi dokter gigi.
Karena akses untuk mendatangi dokter gigi ini menjadi salah satu alasan kurangnya minat masyarakat Indonesia untuk memeriksakan giginya secara rutin. Hal ini terjadi selain karena Indonesia yang punyai geografis negara kepulauan dengan banyak pegunungan, tetapi juga karena masih kurangnya jumlah dokter gigi yang tersedia.
Ini diutarakan oleh Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia, drg. Usman Soemantri, menurutnya jumlah dokter gigi yang tersedia masih jauh perbandingannya dengan jumlah penduduk yang ada.
"Jadi memang dokter gigi sangat kurang, jadi kalau kita mau bandingkan 1:10.000 penduduk, 270 juta dibanding 10.000 penduduk berapa? Kita perlu 270 ribu dokter gigi." Kata Usman saat ditemui di acara peresmian Bulan Kesehatan Gigi Nasional 2022 di kawasan Senayan, pada Senin, (12/9/2022).
Usman menyebutkan, bahkan jika jumlah dokter gigi yang tersedia di kalikan dua kali lipat, menurutnya tetap masih kurang. Dia lantas menyebutkan perbandingan yang layak antara jumlah dokter gigi dan penduduk untuk Indonesia.
"Mungkin idealnya 1:5000 ya, WHO mengatakan 1:7000, tapi di indonesia dengan geografinya sangat sulit, saya menganjurkan 1 berbanding 5000 lah,"
Usman menyebutkan, beban kerja dokter gigi dengan rasio 1:7000 seperti yang direkomendasikan WHO tidak terlalu relevan di Indonesia dengan kondisi di setiap daerahnya yang berbeda-beda.
"Terlalu besar bebannya (rasio 1:7000 yang dianjurkan WHO), apalagi kalau dia bekerja di puskesmas, puskesmas di jakarta itu masyarakatnya sudah enak akses, kalau dia di NTT satu puskesmas untuk diakses masyarakat, itu kan radiusnya luas sekali, jadi gak mungkin bisa disamakan,"
Meskipun seluruh wilayah Indonesia sudah punyai dokter gigi, namun jumlahnya masih cukup mengkhawatirkan. Kendati tidak menyebutkan nama daerah, Usman mengungkap, masih ada daerah yang hanya memiliki satu dokter gigi, untuk melayani penduduk satu kabupaten.
"Mungkin sudah gak ada ya (daerah tanpa dokter gigi), tapi kalau satu kabupaten satu dokter gigi ada, bisa dibayangkan lah bagaimana beban kerjanya," ungkap Usman.
Menurutnya, memelihara kesehatan gigi dan mulut menjadi hal yang sangat penting demi mencegah permasalahan gigi dan mulut, karena kurangnya akses dokter gigi.
"Jadi saya pikir acara hari ini, melakukan sikat gigi masal dengan perbaikan perbaikan cara menyikat gigi dan waktunya, itu menjadi sangat penting untuk pencegahan, supaya nanti gak banyak orang perlu pelayanan ke dokter gigi," pangkas Usman.
Sementara, Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI), drg. R. Rahardja Parnaadji menyebutkan, pihaknya telah menyiapkan dua program unggulan untuk masalah pemerataan dokter gigi di Indonesia. Hardyan mengatakan, ada program berupa internship bagi mahasiswa calon dokter gigi. Dalam internship ini, mahasiswa akan ditempatkan di rumah sakit selama tiga bulan, serta di puskesmas selama tiga bulan.
"Lalu kemudian yang kedua, kami juga punyai program beasiswa, pada calon dokter gigi di daerah daerah, nanti kalau sudah lulus akan kembali ke daerahnya tersebut," papar Rahardyan saat ditemui di di acara peresmian Bulan Kesehatan Gigi Nasional 2022 di kawasan Senayan, pada Senin, (12/9/2022).
Dia juga berharap, dua program ini bisa menjadi solusi untuk pemerataan dokter gigi di Indonesia, dengan wilayah Indonesia yang punyai demografi serta geografis yang berbeda.