Bisnis.com, JAKARTA - Ahli mengungkapkan jika kandungan BPA pada kemasan lebih berisiko pada makanan dalam kaleng dibandingkan dengan air kemasan yang belakangan banyak memicu pro kontra.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS., Guru Besar Bidang Keamanan Pangan & Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan BPA juga ada pada makanan dengan kemasan karton.
“Terkait kandungan BPA pada kemasan pangan sebenarnya lebih mengkhawatirkan pada kemasan makanan dalam kaleng. BPA juga ada pada lapisan kaleng ataupun karton kemasan makanan. Dari berbagai penelitian, paparan BPA umumnya didapati dari makanan kaleng dan hanya sedikit dari kemasan air minum. Jadi bila mau ada pelabelan BPA harusnya dimulai pada kemasan makanan kaleng dulu,” ujarnya.
Sementara itu, Ahli Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ir. Akhmad Zainal Abidin mengatakan terkait isu BPA berbahaya atau berisiko untuk kesehatan, jangan hanya mendengar namanya lalu percaya kalau itu berbahaya.
Terkait bahaya, katanya, harus melihat empat faktor. Pertama zat yang terkandung, sedangkan tiga faktor lainnya yakni, konsentrasi, populasi, dan lama kontak. Baru bisa ditetapkan sebagai tanda bahaya.
"Regulator perlu mengambil keputusan berdasarkan fakta-fakta ilmiah. Jangan mengambil kebijakan berdasarkan isu yang belum terbukti secara ilmiah. Kita perlu menjadi negara yang betul-betul teredukasi,” terang Akhmad Zainal.
Keduanya mengungkapkan belum perlu adanya pelabelan BPA pada galon karena belum ada data untuk mendukung hal tersebut.
Mereka juga mengatakan kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat diketahui sudah digunakan lebih dari 38 tahun di Indonesia. Selain itu, polikarbonat itu adalah plastik yang aman, dan terkategori sebagai food grade. BPA sendiri sudah lolos dari uji 34 macam bahan yang dikategorikan berbahaya untuk makanan.
Sementara menurut data UNICEF hampir 70% sumber air minum bagi rumah tangga Indonesia tercemar limbah feses. Ini diperkuat hasil studi Kementerian Kesehatan, Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) yang dilakukan pada 2020, menyatakan bahwa 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air terkontaminasi bakteri E. coli.
Kemenkes sendiri merekomendasikan kebutuhan air dalam sehari yaitu sekitar 8 gelas per hari. Betapa air memang sangat penting. Air harus aman dikonsumsi dengan syarat yang terbagi jadi dua garis besar yaitu, secara fisik dan kandungan.
Secara fisik air tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Adapun secara kandungannya, harus bebas dari cemaran dan mikroba berbahaya.