Bisnis.com, JAKARTA - Pengobatan tradisional Ida Dayak yang viral di media sosial mengundang ketertarikan masyarakat.
Antusiasme masyarakat yang membludak itu bermula dari satu video viral, di mana Ida Dayak memperlihatkan bagaimana dia sukses meluruskan tangan seorang pasien yang awalnya tampak bengkok.
Ribuan komentar membanjiri video tersebut, banyak di antaranya menyiratkan kekaguman.
Meski, penyelenggara telah mengumumkan pengobatan alternatif Ida Dayak telah dibatalkan, lantaran situasi yang tidak kondusif. Akan tetapi calon pasien masih terus berdatangan dan berharap mereka bisa mendapatkan terapi alternatifnya di lapangan tembak Kostrad Cilodong, Depok.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sekaligus Dokter Ortopedi Adib Khumaidi pun menanggapi soal proses penanganan cedera tulang yang ada.
Baginya, tindakan dengan teknik tradisional sekalipun asalkan memenuhi prinsip tata laksana yang tidak mengorbankan pasien. Hal ini lantaran, orang yang ingin disembuhkan termasuk kelompok renta.
“Dari sisi medis, kami tidak bisa berkomentar lebih banyak karena keilmuannya itu berbeda,” ungkapnya dalam Media Briefing di Sekretariat PB IDI, Selasa (4/4/2023).
Namun, Adib menyebutkan hal yang membuat masyarakat Indonesia memilih pengobatan alternatif, karena kurangnya rasio layanan dan masyarakat serta penyebarannya tenaga kesehatan ortopedi yang masih terpusat di Jakarta.
“Ditinjau dari sisi sosiologis, ini bukan artinya mereka kecewa pada dokter. Akan tetapi, mereka memang ingin yang cepat. Adanya ekspetasi untuk bisa sembuh di pengobatan alternatif juga menjadi faktor,” ujarnya.
Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang menunjukkan 49,6 persen masyarakat dominan memilih di karenakan masyarakat merasa nyaman setelah di obati dan dapat memberikan ketenangan.
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar PABOI 2022-2025 dan Ketua Kolegium Ortopedi dan Traumatologi 2019-2022 Ferdiansyah pun tidak bisa memungkiri sejumlah masalah penyakit hingga kecacatan yang sekelompok orang kadang di dunia medis belum bisa disembuhkan.
“Pokoknya harus ada monitoring dan evaluasi. Tidak menutup kemungkinan, sejumlah pengobatan alternatif bisa lebih efektif, jika bisa dibuktikan secara ilmiah bukan melalui pengalaman orang per orang,” ujarnya.
Hal ini dia contohkan, seperti terapi akupuntur yang dahulu hanya dianggap sebagai pengobatan alternatif. Berkat pembuktian secara ilmiah, kini terapi tersebut telah digunakan menjadi cabang ilmu kedokteran berupa perangsangan pada titik tertentu di permukaan tubuh berlandaskan pada ilmu biomedik dan berbasis bukti klinis dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative dan paliatif.
“Sekarang saja sudah ada dokter akupuntur ya,” ujarnya.
Dia pun menambahkan, dunia pengobatan tradisional memiliki perbedaan dengan keilmuan di sisi medis. Menurutnya, tidak ada suatu keseragaman seperti halnya dunia medis yang punya suatu dasar anatomi fisiologi dan obat-obatan untuk melakukan terapi pada pasien.