Bisnis.com, JAKARTA - Mendidik dan membesarkan anak merupakan salah satu hal yang sulit bagi orang tua. Ini membutuhkan kehati-hatian agar tidak berdampak buruk ke anak.
Sebagai orang tua, Anda pasti ingin memiliki anak yang berperilaku baik dan menjalankan kehidupan bahagia yang sukses. Harapan tersebut selalu ada, tetapi tidak boleh sampai menekan fisik dan mental anak. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam membesarkan anak.
Salah satu hal yang penting dalam pengasuhan anak adalah kata-kata yang digunakan sehari-hari kepada siapa pun, terutama pada anak. Pilihan kata saat berbicara dengan anak-anak lebih penting daripada yang Anda pikirkan.
Baca Juga Intip Destinasi Favorit Luar Negeri & Domestik untuk Orang Tua Ajak Anak Liburan Sekolah 2023 |
---|
Terkadang, Anda mungkin akan sulit tetap positif dengan kalimat yang dilontarkan saat terlalu lelah atau kesal. Jika dilontarkan ke anak, ini bisa berdampak buruk baginya. Saat marah atau mendisiplinkan anak pun Anda harus memilih kata-kata yang tepat agar tidak berdampak buruk.
Pakar parenting Erika Katz mengatakan bahwa ketika sedang kesal, terutama dengan anak, Anda harus berhati-hati agar tidak melampiaskannya pada anak-anak atau tidak menggunakan nada yang membuat anak merasa tidak pantas. Lalu, bagaimana cara berbicara dengan anak saat dalam kondisi itu?
Anda bisa mengatasi anak dengan empati dan kebaikan. Menurut penelitian, itu dapat membantu mengurangi kecemasan, keraguan diri, dan harga diri rendah saat mereka tumbuh. Pola asuh yang positif dapat memperkuat kesehatan mental anak. Menurut temuan dari The University of California Davis, pola asuh ini juga mengarah pada peningkatan akademik dan meningkatkan kesejahteraan selama masa remaja dan dewasa.
Baca Juga Kenali Penyebab Demensia pada Orang Tua |
---|
Penelitian menunjukkan ketika anak-anak dipermalukan oleh orang tuanya dapat menghambat kepercayaan diri dan motivasi mereka. Anak-anak membutuhkan kepercayaan diri dan motivasi untuk berhasil dalam jangka panjang. Sifat-sifat itu membantu anak mengatasi hambatan hidup dengan lebih baik dan menunjukkan ketahanan untuk bangkit kembali dari kegagalan.
Berikut adalah contoh kalimat berbasis empati dan positif:
1. Ketika mereka memulai tugas mereka tetapi tidak menyelesaikan semuanya, coba katakan, “Kamu melakukan pekerjaan yang luar biasa [menyelesaikan satu tugas]. Bagaimana kalau menyelesaikan semuanya?"
2. Saat mereka menunjukkan perilaku agresif, katakan, "Saya tahu kamu kesal, tapi kamu tidak boleh [memukul, menggigit, menendang, dll.]" Memberikan validasi atas emosi mereka adalah hal yang terpenting.
3. Saat mereka kesulitan mengerjakan pekerjaan rumahnya jangan dimarahin, tetapi berilah motivasi.
"Kamu mengerjakan [tugas lain ini] dengan sangat baik. Aku tahu kamu bisa melakukan yang lain.”
4. Saat Anda tidak menangani emosi mereka dengan hati-hati minta maaf pada mereka.
“Saya minta maaf. Aku tidak peka terhadapmu.”
Menurut Katz, memulai dengan yang positif sebelum Anda sampai ke yang negatif adalah pendekatan yang paling efektif untuk memperbaiki perilaku anak Anda. Menggunakan “kami” alih-alih “kamu” saat mengasuh anak tidak terlalu menuduh. Pilih frasa seperti, “Kami tidak memukul, kami tidak mencuri. Itu bukan siapa kita."
Hal yang terpenting selain memberikan motivasi dan nasehat adalah permintaan maaf dari Anda saat melakukan kesalahan. Beberapa orang tua mungkin berpikir bahwa meminta maaf kepada anak mereka akan mengakibatkan kurangnya rasa hormat atau menunjukkan kelemahan.
Padahal, meminta maaf adalah perilaku dasar bagi sesama manusia saat melakukan kesalahan. Ini juga menunjukkan kepada anak-anak mengenai kerentanan dan memberitahu mereka bahwa orang dewasa pun membuat kesalahan.
Meminta maaf juga tidak sembarangan dilakukan kepada anak. Dilansir dari Parents, Susan Shapiro, profesor dan penulis, mengatakan bahwa pengakuan atas kesalahan, pelanggaran, atau ketidakpekaan adalah langkah pertama untuk meminta maaf dengan benar. Ini menunjukkan bahwa Anda benar-benar peduli dan sayang kepada anak Anda.
Tidak perlu banyak alasan, Anda hanya perlu meminta maaf dan menyadari kesalahan. Menurut Tovah P. Klein, direktur Barnard College Center for Toddler Development, permintaan maaf yang tulus menunjukkan empati dan koneksi. Ini dapat membantu hubungan anak di kemudian hari.