Bisnis.com, JAKARTA -- Pernahkah merasa jantung berdebar tanpa ada sebab ketika tidak sedang emosi, marah, gugup, atau cemas?
Jika pernah, waspadai penyakit aritmia jantung, atau gangguan irama pada jantung. Penderitanya bisa merasakan jantungnya berdetak terlalu cepat atau terlalu lambat hingga berhenti.
Kejadian aritmia jantung sering kali ditemukan pada atlet atau orang yang sedang berolah raga kemudian tidak sadarkan diri, sampai ada pula yang meninggal dunia.
Dr. Ignatius Yansen NG., Sp.JP (K), FIHA, FAsCC, FAPSC, dokter konsultan intervensi dan aritmia jantung Eka Hospital BSD menjelaskan gangguan irama jantung bisa dideteksi dari beberapa gejala.
Beberapa gejala di antaranya jantung berdebar saat tidak ada penyebab, atau melambat sehingga menimbulkan pusing, sesak napas, cepat lelah, dan nyeri dada.
Pada beberapa kasus, aritmia jantung bisa menyebabkan hingga henti jantung sehingga penderitanya juga sering pingsan.
Penyebab Aritmia Jantung
Dokter Ignatius Yansen mengungkapkan beberapa penyebab aritmia jantung ada yang merupakan kelainan bawaan dan dialami sejak lahir, dan ada pula yang mendapat kelainan jantung karena pola hidup tidak baik.
"Beberapa penyebabnya di antaranya ada riwayat serangan jantung, minum alkohol, dan merokok, itu juga bisa menjadi penyebab seseorang terkena aritmia jantung," ujarnya saat mengunjungi Bisnis Indonesia, Selasa (8/8/2023).
Aritmia jantung juga hanya bisa dirasakan oleh penderitanya, dan tidak terdeteksi jika episode gangguan irama jantung tidak sedang terjadi.
Oleh karena itu, pasien bisa menggunakan alat-alat untuk mendeteksi kapan dan seberapa parah aritmia jantung yang dirasakan. Salah satunya menggunakna smartwatch atau gawai berupa jam pintar yang sudah memiliki kemampuan mengukur detak jantung.
"Smartwatch sudah bisa digunakan untuk deteksi dini. Ketika sedang terasa, bisa direkam kemudian segera dilaporkan kepada dokter sehingga bisa mendapatkan penanganan yang tepat dan segera," ujarnya.
Selain itu, penderita gangguan irama jantung juga bisa mendeteksi penyakit ini dengan USG jantung, treadmill test, katerisasi jantung, dan pemeriksaan listrik jantung.
Selanjutnya, bagi yang sudah mengetahui bahwa dirinya adalah penderita aritmia jantung, pada umumnya rumah sakit akan memberikan alat implantable cardioverter-defribilator (ICD) yang dipasangkan di jantung.
Alat yang diimplan ini akan mendeteksi tanda henti jantung dan otomatis mengalirkan listrik dan memacu jantung. Alat ini juga banyak menyelamatkan nyawa dalam beberapa kasus.
Selain itu, untuk pencegahan kejadian fatal pastikan juga ada orang terdekat yang mampu melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau CPR.
"Ada beberapa pasien henti jantung, hanya punya waktu maksimal 6 menit. Kalau lebih dari itu, bisa mematikan. makanya setiap orang harus punya kemampuan CPR atau resusitasi jantung paru (RJP)," imbuh Dokter Ignatius.