Bisnis.com, JAKARTA - Belakangan viral ditemukannya dokter gadungan bernama Susanto, yang mencatut nama seorang dokter hingga bisa praktik di beberapa tempat.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sendiri menerangkan bahwa proses rekrutmen dokter hingga bisa praktik dan melayani masyarakat sudah ketat, namun ada saja oknum yang masih lolos.
Anggota Biro Hukum Pembinaan dan pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI Dewa Nyoman Sutayana menjelaskan bahwa alur penerimaan dokter di fasilitas kesehatan cukup panjang.
Pertama dokter akan menyerahkan CV, data diri ijazah, sertifikasi, dan persyaratan lainnya. Kemudian, data-data tersebut akan dilakukan verifikasi, apakah data-data tersebut benar dan valid.
Kemudian, calon dokter yang akan praktik akan diwawancara. Kelemahannya saat ini, ketka dulu wawancara biasa dilakukan secara tatap muka, sejak Covid-19 ada beberapa wawancara yang harus dilakukan secara daring.
Kemudian pihak rumah sakit akan melakukan kredensial atau evaluasi rumah sakit terhadap calon staf medis. Proses ini dilakukan oleh organisasi profesi dan komite medik.
Apabila sebuah klinik tidak memiliki komite medik karena berbagai alasan, proses kredensialnya harus diperkuat oleh bagian HRD-nya.
Setelah itu, jika lolos, dokter akan mendapat kewenangan klinis dan mendapat penugasan klinis sebelum akhirnya bisa praktik.
"Proses kredensial itu ketat sekali untuk menjamin bahwa yang berhadapan dengan pasien adalah dokter betulan, atau yang kompeten. Kemudian di ketentuan lebih lanjut, RS wajib melakukan verifikasi kembali keabsahan bukti kompetensi seseorang sebelum memberikan kewenangan medis," jelasnya.
Baca Juga Kronologi Kasus Dokter Gadungan Susanto |
---|
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan kebobolan itu sendiri karena semua prosesnya dilakukan langsung ke perusahaan dan melakukan kredensial secara internal tanpa melibatkan IDI.
Karena lapisan untuk kredensial bukan hanya dari organisasi profesi tapi juga dari komite medik, ini berlapis sehingga kualifikasi dokter akan terjaga.
Tapi ini yang kemudian ketika masuk dokter gadungan, dia melewatkan proses yang ada di internal IDI. Dia melakukan pemalsuan dokumen hingga bisa diterima di sebuah institusi masyarakat.
Dewa menambahkan, dokter gadungan saat ini bisa menyalah gunakan informasi penyakit dari artikel yang beredar di internet, apalagi artikel tersebut juga ditulis oleh dokter.
"Nggak usah dokter, masyarakat sekarang mau tahu penyakit apa penyebabnya sudah tahu, gejalanya, dan pengobatannya, dan obatnya banyak yang sudah dijual bebas. Dari sini untuk orang yang punya niat jelek seperti dokter gadungan tadi bisa berlagak seperti dokter karena dia bisa mengenali penyebabnya apa, bisa jelaskan kepada pasien, gejalanya dan obatnya," ujarnya.
Potensi bagi pasien yang berobat di dokter gadungan adalah penyakit tidak sembuh atau memperparah komplikasi, misalnya karena obatnya dihentikan atau diganti dan sebagainya.
"Kalau fatal ekstrem bisa terjadi kematian," imbuhnya.
Dampak lainnya juga dokter gadungan juga lebih memberikan surat keterangan medis, misalnya surat izin sakit, sekarang bahkan ada yang diperjual belikan.
Adapun, potensi bagi fasilitas kesehatan adalah dia tidak bisa mendapat penjamin biaya apa pun penjamin biayanya, nama baik faskes jadi buruk, dan bisa mendapat tuntutan perdata.
"Misalnya perusahaan dirugikan bahwa selama ini dokternya palsu yang direkrut oleh rumah sakit, mereka bisa menuntut secara perdata," kata Dewa.
Tips Cegah Dokter Gadungan
Dari kasus yang ada, dokter gadungan tidak melulu praktik sendiri yang ilegal atau berada di fasilitas kesehatan kecil, tapi bisa juga di fasilitas kesehatan besar.
Untuk mengetahui dokter tersebut benar dan kompeten, masyarakat bisa melakukan pengecekan dengan mengakses kki.go.id dan idionline.org untuk mengecek apakah dokter tersebut merupakan anggota IDI.
Namun perlu diketahui data tersebut akan terus diperbarui, dengan adanya tambahan 1.000 dokter setiap bulan. Sehingga baik fasilitas kesehatan dan masyarakat awam bisa secara berkala melakukan pengecekan.