Bisnis.com, JAKARTA – Bukan hanya mencetak rekor industri musik lewat Tur Eras-nya, penyanyi asal Amerika Serikat, Taylor Swift menarik perhatian karena dinilai meningkatkan perekonomian negara tersebut.
Penyanyi sekaligus penulis lagu yang dinobatkan oleh Forbes sebagai wanita terkaya kedua di industri musik AS ini akan menggelar lebih dari 140 konser di lima benua pada tahun 2023 dan 2024.
Pada tahun lalu, AS hampir terjerumus ke jurang resesi. Namun, kejadian itu tidak terlalu berarti bagi masyarakat AS. Mereka, terutama para swifties, sebutan untuk penggemar Taylor Swift, justru rela mengeluarkan uangnya untuk membeli tiket konser.
Baca Juga Jadwal Tayang Film |
---|
Saat itu, tiket konser Tur Eras Taylor Swift sudah terjual lebih dari 2,4 juta tiket. Adapun para swifties tersebut terdiri dari jutaan orang yang sebagian besar bisa dikatakan sebagai generasi milenial dan juga generasi Z.
Mungkin saja, salah satu alasan kuat membelanjakan uang mereka untuk membeli tiket konser ini adalah karena mereka harus menanti setidaknya empat tahun untuk menonton kembali penampilan Taylor Swift usai pandemi.
Menurut laporan dari Northeastern Global News, rata-rata hampir 54 swifties menghadiri setiap konser pada tur AS pertama di Inglewood, California, yang berakhir pada 9 Agustus lalu.
Setiap pertunjukan Eras Tur meraup sekitar US$13 juta atau sekitar Rp203 miliar. Adapun harga tiket rata-rata yang dibayar penggemar di Ticketmaster adalah US$254 atau sekitar Rp3,9 juta. Sementara, harga jual kembali dapat melonjak hingga ribuan bahkan puluhan ribu dolar.
Kekuatan supernova Taylor Swift tidak bisa dianggap remeh. Buktinya, keuntungan ekonomi dari konsernya juga berdampak positif terhadap kota dan mata pencaharian banyak orang.
Sebuah studi memperkirakan bahwa dua penampilan Swift di bulan Juli dapat meningkatkan PDB Colorado dengan pengeluaran konsumen sebesar US$140 juta atau setara dengan Rp2,1 triliun.
Federal Reserve Bank of Philadelphia menyatakan bahwa tur Swift membantu meningkatkan perjalanan dan pariwisata di wilayah tersebut sejak dimulainya pandemi.
Namun, ekonom Morgan Stanley Sarah Wolfe menilai efek Taylor Swift pada ekonomi AS ini disebut tidak akan berlangsung lama.
Meskipun banyak kekhawatiran akan datangnya resesi, belanja konsumen dapat menahan perekonomian pada musim panas ini.
Namun kini, sebuah survei terbaru dari Bloomberg Markets Live Pulse menemukan bahwa 21% dari lebih dari 500 investor memperkirakan bahwa konsumsi pribadi akan menyusut pada kuartal ke-empat. Sebanyak 56% lainnya mengatakan bahwa konsumsi akan berbalik arah pada awal 2024.
Kepala Ekonom Global Piper Sandler, Nancy Lazar, baru-baru ini memperingatkan bahwa ekonomi "terlalu panas" dan akan semakin "menyakitkan".
Kabar baiknya adalah bahwa dampak Swift akan kembali pada suatu saat nanti selama dia masih melanjutkan turnya. Sebelum pandemi, dia melakukan tur setiap dua atau tiga tahun sekali. (Kresensia Kinanti)