Bisnis.com, BANDUNG – Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat (FDA) telah menyetujui vaksin pertama untuk virus chikungunya.
Sama seperti penyebab demam berdarah (DBD), chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, yaitu nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Gejala chikungunya yang paling umum adalah demam dan nyeri sendi. Gejala lain mungkin termasuk ruam, sakit kepala, dan nyeri otot. Beberapa orang mungkin mengalami nyeri sendi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Menurut WHO, chikungunya pertama kali diidentifikasi pada tahun 1952 di Tanzania, dan wabah perkotaan pertama kali tercatat di Thailand dan India pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an.
Virus ini dapat dikatakan sebagai ancaman kesehatan global, karena selama 15 tahun terakhir, setidaknya ditemukan 5 juta kasus infeksi virus chikungunya.
"Infeksi virus chikungunya dapat menyebabkan penyakit yang parah dan masalah kesehatan yang berkepanjangan, terutama bagi orang dewasa yang lebih tua dan individu dengan kondisi medis yang mendasarinya," kata Peter Marks, direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Biologi FDA, mengutip laman FDA.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa kematian dan penyakit parah jarang terjadi.
Fakta-fakta Vaksin Ixchiq
Sebagai upaya mengatasi ancaman kesehatan global akibat virus chikungunya, FDA telah menyetujui vaksin pertama yang dinamakan Ixchiq.
Tindakan FDA tersebut menjadikan Ixchiq sebagai vaksin berlisensi pertama yang disetujui di dunia untuk melawan virus chikungunya.
Vaksin ini disetujui untuk orang berusia 18 tahun atau lebih tua yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terpapar chikungunya.
Ixchiq diberikan dengan dosis tunggal melalui suntikan ke dalam tubuh. Vaksin ini mengandung virus chikungunya yang hidup dan dilemahkan sehingga dapat menimbulkan gejala pada penerima vaksin yang serupa dengan gejala yang dialami oleh orang yang menderita penyakit chikungunya.
Keamanan Ixchiq dievaluasi dalam dua studi klinis yang dilakukan di Amerika Utara di mana sekitar 3.500 partisipan berusia 18 tahun ke atas menerima satu dosis vaksin dengan satu studi termasuk sekitar 1.000 partisipan yang menerima plasebo.
Efek samping yang paling sering dilaporkan oleh penerima vaksin adalah sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, demam, mual, dan nyeri di tempat suntikan. (Kresensia Kinanti)