Bisnis.com, JAKARTA - Singapura membangun sebuah laboratorium khusus di Ang Mo Kio untuk mengembangbiakkan lebih dari 300 juta nyamuk wolbachia dan memproduksi 7 juta nyamuk di setiap minggunya.
Nyamuk-nyamuk yang membawa bakteri wolbachia tersebut untuk dilepaskan, jika nyamuk dikawinkan dengan nyamuk betina aedes aegypti, maka telur yang dihasilkan tidak akan menetas. Hal ini membantu dalam penekanan populasi nyamuk serta tingkat penularan virus dengue atau DBD bisa menurun.
Meski begitu, kasus demam berdarah di Singapura tampaknya belum menurun sejak Project Wolbachia diluncurkan pada tahun 2016. Sebanyak 32.173 kasus demam berdarah dilaporkan pada tahun 2022, tertinggi kedua dalam satu tahun.
Dilansir dari Channel Newsasia, National Environment Agency (NEA) memperingati bahwa Singapura kembali menghadapi risiko lonjakan kasus demam berdarah. Penularan DBD setiap pekannya di Singapura telah mencapai ratusan kasus dan lebih dari 50 klaster aktif telah muncul.
Dr Ng Lee Ching, direktur Institut Kesehatan Lingkungan di NEA, mengatakan bahwa Project Wolbachia bukanlah solusi yang pasti untuk mengatasi penularan DBD.
“Walau ada Project Wolbachia, bukan berarti tidak ada risikonya. Di beberapa lokasi Project Wolbachia seperti Tampines, Yishun dan Choa Chu Kang, populasi nyamuk aedes aegypti telah turun hingga 98% dan kasus demam berdarah turun hingga 88%,” ujar anggota Parlemen Baey Yam Ken.
“Namun, meskipun teknologi Wolbachia efektif dalam mengurangi risiko penularan demam berdarah, teknologi ini harus dilengkapi dengan upaya pengendalian demam berdarah,” ucap Dr Ng Lee Ching, Direktur Kelompok Institut Kesehatan Lingkungan NEA.
Saat ini Tim NEA masih mempelajari penelitian lapangan mengenai Project Wolbachia. Seperti bagaimana cara untuk melepaskan nyamuk-nyamuk tersebut, karena untuk pelepasannya sendiri tidak hanya asal-asalan melepaskan, dibutuhkan cara terbaik supaya lebih efektif.
"Kami belum mengetahui semuanya. Percobaan saat ini akan memberikan kami gambaran tentang skala produksi yang dibutuhkan," ujar Dr Ng, seraya menambahkan bahwa hasil dari penelitian ini nantinya akan membuat program tersebut lebih hemat biaya dan berkelanjutan untuk jangka panjang.
Karena project ini masih dalam tahap percobaan dan sedang dikembangkan, maka belum dapat diperkirakan bagaimana dampaknya terhadap penularan demam berdarah secara keseluruhan.
Beberapa tantangan dialami dalam memperluas project ini ke seluruh negeri. Tantangan tersebut antara lain biaya yang tinggi, kebutuhan tenaga kerja, potensi dampak ekologis negatif terhadap ekosistem, serta mengatasi kekhawatiran masyarakat jika lebih banyak nyamuk yang dilepaskan.
Selain itu, perkembangbiakan nyamuk ini membutuhkan waktu, mulai dari bertelur hingga menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu sekitar empat minggu.
Yang terpenting adalah, apakah nyamuk-nyamuk ini akan mampu bertahan hidup dan bersaing dengan nyamuk diluar sana, sehingga dapat meningkatkan efektivitas Project Wolbachia dan menyatakan bahwa teknologi ini berhasil. (Luygi Ambhara Putri)