Bisnis.com, JAKARTA - Memperingati World AMR Awareness Week (WAAW) atau pekan kesadaran Antimicrobial Resistance (AMR), masyarakat perlu mengetahui bahaya akan resistensi antimikroba atau kegagalan pengobatan pada orang yang terinfeksi bakteri, virus, atau jamur.
Salah satu upaya untuk memitigasi AMR adalah melalui komunikasi dua arah yang produktif antara tenaga kesehatan dengan pasien atau keluarganya.
AMR sendiri merupakan suatu kondisi di mana mikroba penyebab infeksi pada tubuh pasien sulit untuk dilawan oleh obat antibiotik, antivirus atau antijamur, dan akhirnya menyebabkan pasien sulit sembuh dan perlu dirawat lebih lama.
Masalah ini menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang serius, dimana WHO telah memperkirakan akan terjadi 10 juta kematian pada 2050 karena peningkatan kasus AMR.
Oleh karena itu, ketika terdapat keluarga atau kerabat yang harus dirawat di Unit Perawatan Intensif (ICU), seringkali keluarga pasien merasa bingung, takut, dan panik. Akibatnya, mereka sangat mengandalkan petugas kesehatan untuk memberikan solusi.
Padahal, komunikasi dua arah diperlukan agar kedua pihak memiliki tingkat pemahaman yang sama tentang kondisi pasien dan berorientasi pada peningkatan kualitas perawatan pasien, termasuk dengan meminimalkan risiko terjadinya AMR di ICU.
ICU merupakan salah satu tempat dimana pasien menerima antibiotik sebagai salah satu terapi utama untuk menyembuhkan infeksi. Untuk itu, penggunaan antibiotik secara bijak dan rasional sangat penting untuk dipahami.
Salah satu upaya untuk mendorong pengobatan yang jitu di ICU adalah dengan menciptakan kesempatan komunikasi yang produktif antara pasien dengan tenaga kesehatan yang bertugas. Namun banyak dari masyarakat yang ragu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan.
Sarwendah, publik figur, dan juga ibu rumah tangga memiliki cara khusus untuk membangun pola komunikasi yang jelas dan berkesinambungan antara pasien dan dokter. Dia meyakini komunikasi adalah kunci untuk kesembuhan pasien.
"Ketika suami saya dirawat di ICU, saya berkomunikasi intens dengan dokter untuk mengetahui perkembangannya, serta memahami obat-obatan yang diberikan. Jangan sampai, kita tidak mengetahui perawatan yang diberikan pada anggota keluarga sendiri, terlebih lagi tentang penggunaan antibiotik," ujarnya pada webinar, Rabu (29/11/2023).
Dia mengungkapkan, berkomunikasi dengan dokter bisa membantunya memahami tentang penggunaan antibiotik yang tepat, agar pasien bisa sembuh dan tidak terkena AMR.
Pengetahuan tentang AMR juga sangat penting karena berdampak pada perawatan kesehatan jangka panjang pasien.
Sarwendah menyampaikan 4 tips berkomunikasi yang efektif untuk menghindari AMR di ICU yang dapat dilakukan pasien atau keluarganya ketika berdiskusi dengan tenaga kesehatan:
1. Buka percakapan setelah tindakan darurat selesai. Ketika pasien baru masuk ke ICU, prioritas tenaga kesehatan adalah menstabilkan kondisi dan menyelamatkan nyawa pasien. Karena itu sering kali ada kesan bahwa tenaga kesehatan tidak punya waktu untuk melayani keluarga pasien untuk berdiskusi.
Pada kondisi ini, sebaiknya keluarga pasien memberikan waktu dan ruang bagi tenaga kesehatan untuk bekerja. Setelah tindakan darurat selesai dan kondisi pasien cenderung stabil, keluarga pasien bisa mulai bertanya kepada tenaga kesehatan terkait tentang kondisi terkini dan semua tindakan yang baru saja dilakukan terhadap pasien.
Keluarga juga bisa bertanya tentang pengobatan yang akan diberikan selanjutnya, terutama pemberian antibiotik empirik pada awal masa perawatan.
2. Pahami bahwa menerima informasi adalah hak pasien Sebagaimana diatur pada Permenkes RI 290/2008, pasien berhak menerima informasi yang lengkap mengenai rekomendasi medis dari tenaga kesehatan. Di sisi lain, tenaga kesehatan pun memiliki kewajiban untuk memberikan informasi dan melakukan edukasi kepada pasien.
Ajukan pertanyaan-pertanyaan secara detail seputar beberapa topik, misalnya penggunaan antibiotik, perkembangan kondisi pasien, dan risiko terjadinya resistansi AMR pada pasien adalah hal yang normal, bahkan positif.
3. Memperhatikan etika bertanya. Bertanyalah pada tenaga kesehatan dengan sabar, agar penjelasan dapat diberikan secara lengkap dan dipahami dengan baik.
Jika tenaga kesehatan terlihat begitu sibuk sehingga sulit mencari kesempatan untuk bertanya tentang perawatan pasien di ICU, keluarga pasien bisa membuat perjanjian tentang waktu yang tepat untuk bertanya dan berdiskusi tentang kondisi terkini pasien dengan tenaga kesehatan terkait.
Dengan begitu, pihak keluarga pasien pun bisa memperkirakan waktu dan menyiapkan pertanyaan yang lebih matang pada saat diskusi berlangsung. Baik keluarga pasien maupun tenaga kesehatan tentu menginginkan yang terbaik untuk pasien, jadi tidak ada salahnya saling menjaga etika dalam berinteraksi.
4. Usahakan agar terlibat aktif dalam pengambilan keputusan medis. Setelah tenaga kesehatan memberikan rekomendasi medis, pihak keluarga pasien bisa bertanya lebih jauh atau meminta penjelasan atas hal-hal yang kurang dipahami.
Pihak keluarga pasien perlu memahami secara utuh tentang diagnosis, tindakan medis, komplikasi, risiko, dan pilihan-pilihan tindakan, sebelum memberikan persetujuan.
Terlebih, terkait pemberian antibiotik, pihak pasien bisa bertanya lebih jauh mengenai alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik tersebut di ICU.
Senada, dr. Pratista Hendarjana, dokter spesialis anestesi dan konsultan perawatan intensif juga menyetujui komunikasi yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan dapat mempercepat proses pengobatan di ICU.
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan bahwa di tengah kondisi pasien yang sangat lemah, tugas dokter dan tenaga kesehatan lainnya adalah untuk memastikan bahwa pesan tentang perawatan dan penggunaan antibiotik yang rasional, serta disampaikan dengan jelas, dan dapat dipahami oleh pasien maupun keluarganya.
Oleh karena itu, dr. Pratista juga mengajak para dokter dan tenaga kesehatan untuk memberikan perhatian khusus pada kualitas komunikasi dengan pasien, terutama di lingkungan ICU di mana perawatan seringkali kritis dan kompleks.
"Ini bukan hanya tentang memberikan informasi saja, tetapi juga tentang mendengarkan. Pasien di ICU sering kali dalam kondisi yang memerlukan pemahaman dan kehadiran ekstra dari tim perawatan," ujarnya.
Melalui komunikasi yang efektif antara pasien dan tenaga kesehatan maka akan berkontribusi pada tindakan medis yang tepat waktu, tepat dengan kondisi pasien, dan tepat guna.