Bisnis.com, JAKARTA -- PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) melalui anak usahanya PT Prodia StemCell Indonesia (ProSTEM), baru saja meresmikan laboratorium penelitian, pengolahan, dan penyimpanan sel punca. Namun, penerapannya di fasilitas layanan kesehatan masih belum bisa terlaksana.
Cynthia Retna Sartika, Direktur ProSTEM mengatakan, kehadiran laboratorium tersebut bisa memainkan peran penting dalam terapi regeneratif yang menjadi harapan besar dalam pengobatan penyakit-penyakit yang sulit diobati secara konvensional.
Adapun, dari sejak ProSTEM berdiri tepat 10 tahun lalu, sudah melakukan uji klinik terhadap sejumlah penyakit. Uji klinik tersebut juga tak hanya dilakukan di Indonesia.
"Salah satu yang sudah selesai fase satu adalah untuk pengobatan adanya kelainan retina mata, di mana itu kelainan genetik yang awalnya dikatakan tidak mungkin disembuhkan oleh stem cell, ternyata kita ketahui stem cell ini bukan untuk mengobati genetiknya, tapi untuk mengatasi kelainan genetiknya. Tapi ternyata membutuhkan pembuktian yang jauh lebih lama," ujarnya usai konferensi pers, Senin (11/12/2023).
Melalui uji klinik tersebut terlihat bahwa dari kasus kelainan retina mata tersebut yang biasanya dalam 5 tahun penderitanya bisa mengalami kebutaan, setelah diberikan terapi sel sudah 5 tahun belum mengalami penurunan penglihatan.
"Oleh karena itu saya juga sedang mengajukan lagi penelitian bagi pasien yang sudah diberikan terapi itu, supaya dilanjutkan lagi pemberian terapinya dan dilihat efeknya jangka panjang. Jadi bukan hanya [kasus] yang baru, yang lama juga kita pelajari terus," jelasnya.
Selain itu, uji klinik juga sudaj dilakukan untuk penyakit lainnya seperti kelainan jantung, osteoarthritis, sirosis hati, dan diabetes melitus. Ada pula yang masih dalam proses uji klinik dilakukan pada pasien stroke, dan PCOS.
Dia berharap ke depannya, seiring dengan perkembangan teknologi tidak melulu memerlukan peralatan berukuran besar, dan semua bisa berada dalam sistem tertutup, otomatis, sehingga tidak memerlukan biaya perawatan yang besar.
Rizka Andalucia, Plt Kepala Badan POM juga menjelaskan bahwa di Indonesia, saat ini sudah banyak dilakukan riset yang untuk penggunaan sel punca pada pelayanan kesehatan, dari mulai untuk perawataan regeneratif atau untuk penyembuhan penyakit dengan berbagai metode.
Untuk pelaksanaan terapi tersebut, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru memiliki regulasi penelitian berbasis pelayanan.
"Kita ingin bertahap bahwa penelitian dari penggunaan sel punca untuk pelayanan ini akan menjadi suatu produk yang tetap, yang mendapatkan pengakuan dari hasil uji klinik dan akan menjadi produk terapi yang mendapatkan izin edar. Sementara metode pelayanannya akan distandarkan dalam standar terapi," ujarnya.
Di sisi lain, di seluruh dunia perkembangan metode pengobatan sudah sangat pesat, apalagi akhir-akhir ini mengarah ke pengobatan personal, di mana bagian didalamnya selain menggunakan terapi genetik, juga menggunakan terapi sel seperti sel punca.
Saat ini, lanjut Rizka, sudah ada 32 produk terapi sel, baik sel punca, genetik, maupun sel terapi lain yang sudah disetujui penggunaannya.
"Oleh karea itu kita sudah harus siap menuju kesana, salah satunya menyiapkan fasilitasnya untuk memproduksi sel dan sel terapi lainnya sehingga kita bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri," ujarnya.
Selain itu, keberadaan fasilitas produksi sel juga agar semua terapi berbasis sel ini memiliki kualitas dan mutu yang terjamin, seluruh proses uji klinik, efikasi, dan keamanannya terlacak.
Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan, Sunarto, menambahkan bahwa di Indonesia, sampai saat ini terapi sel punca masih dalam bentuk penelitian. Harapannya, suatu saat nanti pelayanan sel punca akan jadi sebuah standar, yang masuk dalam standar praktik kedokteran.
"Jadi selama belum terstandar khusus, boleh memberikan pelayanan tapi standarnya berbasis pelayanan. Setiap kali kita memberikan pelayanan kita memberikan penjelasan kepada pasien," jelasnya.
Terkait dengan regulasi, imbuh Sunarto, Kementerian Kesehatan juga mendorong bersama BPOM, dan sejumlah komite, sekaligus mencari masukan-masukan dari kolegium dengan spesialisasi masing-masing.