Studi: Sebut Polusi Udara Telan 2.000 Nyawa Anak Setiap Hari/WANA (Kantor Berita Asia Barat) melalui REUTERS
Health

Studi: Polusi Udara Telan 2.000 Nyawa Anak Setiap Hari

Mutiara Nabila
Kamis, 20 Juni 2024 - 10:45
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Belakangan, polusi udara khususnya di Jakarta begitu mengkhawatirkan. Bahkan saat libur Iduladha, polusi udara di Jakarta sempat menjadi yang terparah di dunia. 

Berdasarkan data Air Quality Index (AQI), kualitas udara di Jakarta pada Selasa (18/6/2024) sempat mencapai 229 pada pagi hari, kualitas udara terburuk di dunia. 

Padahal, kualitas udara buruk bisa menjadi penyebab berbagai penyakit bahkan kematian, terutama bagi anak-anak yang sistem imunnya masih sangat rentan. 

Melansir The Guardian, melalui hasil studi Health Effects Institute (HEI) dilaporkan bahwa hampir 2.000 anak balita meninggal setiap hari akibat polusi udara, yang telah melampaui sanitasi buruk dan kurangnya air bersih dan menjadi faktor risiko kesehatan terbesar kedua bagi anak-anak di seluruh dunia.

Lebih dari 8 juta kematian, baik anak-anak maupun orang dewasa, disebabkan oleh polusi udara pada 2021, menurut sebuah studi baru dari Health Effects Institute (HEI), karena polusi luar ruangan dan dalam ruangan terus memberikan dampak buruk terhadap kesehatan.

Udara kotor menjadi pembunuh terbesar kedua secara global, melampaui paparan tembakau, dan nomor dua setelah tekanan darah tinggi, sebagai faktor risiko kematian pada masyarakat umum.  

Di antara anak balita, polusi udara bahkan menempati urutan kedua setelah kekurangan gizi sebagai faktor risiko kematian.

Laporan State of Global Air  bekerja sama dengan Unicef tahun ini, yang diterbitkan oleh HEI sejak 2017, juga menunjukkan bahwa anak-anak di negara-negara miskin menderita dampak terburuk, dengan angka kematian terkait dengan polusi udara pada anak-anak balita 100 kali lebih tinggi di sebagian besar Afrika dibandingkan di negara-negara berpendapatan tinggi.

Pallavi Pant, penulis utama laporan ini dan kepala kesehatan global di HEI, menyebutkan bahwa partikel kecil yang disebut PM2.5, partikel yang diameternya lebih kecil dari 2,5 mikrometer, merupakan penyebab lebih dari 90% kematian akibat polusi udara global. 

Partikel PM2.5 dapat memasuki aliran darah dan diketahui mempengaruhi organ di seluruh tubuh. Penyakit ini ditemukan tidak hanya berhubungan dengan penyakit paru-paru, tetapi juga penyakit jantung, stroke, diabetes, demensia, dan keguguran.

Laporan tersebut juga menunjukkan betapa meluas dan merusaknya prevalensi polusi PM2.5, dan menemukan bahwa peningkatan kadar partikel halus kini menjadi prediktor yang paling konsisten dan akurat terhadap hasil kesehatan yang buruk di seluruh dunia.

Kitty van der Heijden, wakil direktur eksekutif Unicef, menambahkan, kelambanan masyarakat untuk bertindak juga mempunyai dampak besar pada generasi berikutnya, yang berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan seumur hidup.  

"Sangat penting bagi pemerintah dan dunia usaha untuk mempertimbangkan laporan ini dan data yang tersedia secara lokal dan menggunakannya untuk memberikan masukan dan segera melakukan tindakan yang bermakna dan berfokus pada anak-anak guna mengurangi polusi udara dan melindungi kesehatan anak-anak,” tuturnya. 

Menurut HEI, dampak krisis iklim juga memperburuk kualitas udara. Laporan tersebut menemukan bahwa kekeringan kini menjadi lebih parah dan berkepanjangan, dan lahan menjadi semakin kering, menyebabkan kebakaran hutan secara luas menghancurkan hutan yang sebelumnya tumbuh subur. 

Selain itu, badai debu juga terjadi dan berdampak pada dataran yang luas, memenuhi udara dengan partikel-partikel polutan yang bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Kemudian, suhu yang lebih tinggi juga terjadi di musim panas sehingga dapat memperburuk dampak polutan di udara seperti nitrogen oksida, yang pada suhu tinggi dapat lebih mudah berubah menjadi ozon, gas yang mengiritasi jika dihirup. 

Studi HEI menemukan bahwa paparan ozon dalam jangka panjang juga berkontribusi terhadap hampir setengah juta kematian pada 2021. 

Mengatasi polusi udara juga dapat memberikan dampak menguntungkan terhadap iklim. Beberapa yang bisa dilakukan antara lain dengan beralih ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, seperti kompor tenaga surya, untuk mengurangi emisi PM2.5 serta emisi karbon dioksida secara signifikan.

Penulis : Mutiara Nabila
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro