Bisnis.com, JAKARTA -- Kain baduy saat ini sudah cukup dikenal di dunia fesyen Nusantara. Mitra Wastra Nusantara mencoba memperkenalkan kehidupan wanita baduy yang melatarbelakangi lestarinya kain ini dari masa ke masa.
Wieke Dwiharti, anggota Forum Kajian Antropologi Indonesia yang juga aktif mendesain busana etnik ini menjelaskan bahwa banyak hal yang bisa dicontoh dari kehidupan wanita budaya.
Tak hanya mengenai kearifan lokal, tetapi juga tentang kebiasaan yang sederhana dan hidup hemat.
"Wanita di suku baduy sejak kecil sudah diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Mereka dari kecil sudah meladang dan menenun. Mereka tidak tergantung dengan kehidupan di kota," ujarnya, Rabu (5/4/2017).
Perempuan baduy tidak banyak keluar dari desa. Biasanya prialah yang pergi keluar desa untuk mencari berbagai kebutuhan yang memang tidak bisa didapat dari desanya, seperti garam, benang, kain, dan lainnya.
Untuk membuat masyarakat perkotaan bisa menerima budaya suku baduy, beberapa desainer Tanah Air memodifikasinya dengan gaya masa kini.
Seperti yang dilakukan Wieke yang menampilkan setelan yang oversized yang sangat cocok digunakan untuk acara kasual. Sementara itu, Dimas Mahendra menampilkan gaun malam dengan warna outer pink fuschia yang dipadukan dengan lurik dan kain baduy sebagai selendangnya.
Dengan semakin dikenalnya budaya baduy maka langkah apresiasi hasil karya kaum perempuan baduy lebih nyata.
| Baca Juga Dian Sastrowardoyo, Saya Menawarkan Diri |
|---|
