Fashion

Tak Semua Fast Food Berbahaya, Sebaiknya 1-2 Minggu Satu Kali Saja

Deliana Pradhita Sari
Selasa, 27 Agustus 2013 - 23:33
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (APKRINDO) menyambut baik Permenkes No. 30/2013 tentang Promosi Kesehatan Pengurangan Gula, Garam dan Lemak.

Ketua APKRINDO Eddy susanto mengatakan aturan tersebut membuat konsumen sadar akan apa yang mereka makan dan nutrisi yang mereka serap.

“Jika konsumen sehat, masyarakat pasti juga sehat,” katanya kepada Bisnis belum lama ini. Dalam mendukung permenkes ini, dia menambahkan, setiap resep makanan harus dijabarkan kadungan gizi, nutrisi bahkan garam, gula dan lemaknya.

Restoran dan kafe dalam wadah APKRINDO telah mengantongi sertifiikasi dari surveyor Indonesia yang menganalisis nutrisi dan kandungan gizi pada makanan atau minuman. Anggota APKRINDO yang kini mencapai 300 gerai resto dan kafe tidak mau memberikan makanan yang salah kepada konsumen.

“Sebagai kumpulan orang yang suka makan, kami mengetahui mana makanan yang sehat, mana yang tidak, dan dalam hal porsi, tidak boleh berlebih karena apa yang berlebihan akan menjadi penyakit” ujarnya.

Eddy menyayangkan adanya judgemental yang salah dari lembaga yang tak bertanggung jawab. Mereka melakukan analisa yang tidak terbukti kebenaranya yang mengatakan makanan cepat saji atau fast food berbahaya.

“Judgement seperti itu membahayakan masyarakat, karena pihak yang paling berhak memberikan statement berdasarkan fakta-fakta penghitungan kandungan gizi adalah pemerintah dan BPOM.

Gerai cepat saji dalam APKRINDO memperhitungkan kandungan gizi dalam detail bahannya seperti minyak goreng, ayam goreng, keju, tepung terigu dan lain sebagainya. APKRINDO juga mengedukasi konsumen untuk mengatur tingkat konsumsi fast food sebanyak 1 minggu atau 2 minggu sekali.

Eddy percaya diri bahwa anggotanya telah mengikuti atuan yang telah diberlalukan Menteri  Kesehatan. Dan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap gerai cepat saji adalah konsumen tidak asal percaya dengan survey-survey penghitungan lembaga yang tidak credible, dan media pun harus berperan aktif memperbaiki judgement yang salah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro