Bisnis.com, JAKARTA- 10 penari Kethekan tampak lincah mempertunjukan keindahan gerak. Langkah mereka satu irama dalam pertunjukan tari Gema Nusantara: Perjalanan Menjadi Indonesia karya Bagong Kussudiardja pada hari pertama di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Kamis (28/11/13) Malam.
Dari ke-10 penari tersebut tampak bocah cilik mendominasi. Namun, kemampuan mereka tak ubahnya penari professional yang membuat penonton berdecak kagum. Tak lama berselang, penonton terpukau dengan penampilan tari Layang-layang, tari Wira Pertiwi dan tari Yapong.
Bagong Kussudiarja merupakan tokoh penggerak tari tradisional Indonesia. Pada 1950-an, kesenian tari menjadi salah satu gerbang pembuka diplomasi negara. Melalui tari, Bagong berhasil membuat Indonesia dikenal dunia sebagai negara bermartabat dan berbudaya. Dia berhasil meciptakan tari yang hingga saat ini terus dikembangkan oleh generasi penerus.
Inilah yang menjadi salah satu alasan aktor monolog Butet Kertaradjasa menggelar pertunjukan Gema Nusantara: Perjalanan Menjadi Indonesia guna mengingat kembali jejak sang maestro Bagong. Pertunjukan ini disutradarai oleh Djaduk Ferianto dengan sutradara pertunjukan oleh Agus Noor.
“Pagelaran ini adalah suatu ihtiar untuk meyakini kembai kebudayaan sebagai jalan kebangsaan. Sekarang, kebudayaan nyaris dilupakan dan diangap ban seref yang hanya diingat dan digunakan ketika terjadi kecelakaan,” kata Butet dalam monolognya.
Maka, menjadi wajar jika Butet mengangkat kembali hasil jerih payah Bagong dalam berkesenian sebagai jalan budaya. Dia ingin menjunjung tinggi martabat bangsa melalui kesenian.
Bagong banyak tampil di beberapa negara mewakili Indonesia dalam acara-acara penting kenegaraan. Melalui doktrin Sukarno, Bagong menjelma menjadi seniman tari yang matang. Dia berani membuka dialog dan membuka diri dengan budaya lain.
Itulah, yang membuat Butet dan rekan-rekannya merasa penting mengingat kembali sepak terjang dan kiprah Bagong. Menurutnya, generasi muda Indonesia saat ini menghawatirkan dengan sikap yang antipati terhadap kebudayaan. Padahal, nilai sebuah bangsa, seperti yang telah diyakini ada dalam sebuah budaya.
Pertunjukan sendiri dikemas secara apik dengan musik yang pas. Kolaborasi antara visual, gerak dan musik pengiring menjadi satu kesatuan yang utuh. Sebuah film dokumenter hasil penelitian priyayi Asutralia, Jennifer Lindsay berjudul Menggelar Indonesia-Misi Kesenian Indonesia ke Mantja Negara 1952-1965 diputar di tengah pertunjukan. Selain monolog Butet, pagelaran ini juga menampilkan music dari Kua Etnika.
Pertunjukan juga diracik dengan balutan humor khas Butet dengan kritik sosial dan sindiran pedas. Lagu Pancasila Rumah Kita ciptaan Frangky Sahilatua dinyanyikan merdu oleh Paksi Raras Alit. Namun, pada penampilan awal, vokal Syahrani saat membawakan lagu ciptaannya, Sayang-Sayang terdengar fals.
Di luar itu, pertunjukan Gema Nusantara: Perjalanan Menjadi Indonesia cukup membuat penonton heboh. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang hadir pada malam tersebut mengaku tercerahkan dengan pertunjukan. "Cukup seru. Ada banyak sindiran dalam pementasan ini. Saya kira itulah seni dan kebudayaan kita. Kebudayaan adalah karakter dan identitas bangsa yang harus kita rawat dan pelihara," paparnya.
Showbiz
Pagelaran Gema Nusantara Sukses Pukau Penonton
Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Miftahul Khoer