Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dianggap gagal dalam menekan angka kematian ibu (AKI) seiring semakin meningkatnya jumlah kematian wanita hamil dan pada masa persalinan.
Anggapan tersebut tertuang dalam hasil studi Komite Bersama antara United States National Academy of Sciences dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (US-NAS – AIPI) yang menunjukkan upaya pemerintah selama ini belum efektif.
Anggota Komite Bersama US-NAS—AIPI, Mayling Oey Gardiner, mengatakan Indonesia merupakan salah satu penandatangan Deklarasi Milenium PBB yang bertekad mencapai Millenium Development Goals.
Menurutnya, prediksi terakhir menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan mencapai MDG 4 yaitu pengurangan angka kematian balita di bawah lima tahun per 1.000 kelahiran hidup dan MDG 5 untuk angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2012 menyebutkan, angka kematian ibu mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup atau naik 57% dari 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.
“Akibatnya, kemampuan Indonesia dalam mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2015 diragukan,” ujarnya, Kamis (30/1/2014).
Laporan Komite Bersama itu berjudul Reducing Maternal and Neonatal Mortality in Indonesia: Saving Lives, Saving the Future. Studi tersebut mencatat bahwa hampir semua kelahiran yang terjadi di sebagian besar negara industri dengan fasilitas lengkap AKI di bawah 20 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Namun, di sejumlah negara berkembang seperti Indonesia, sebagian besar kelahiran dilakukan di rumah atau fasilitas dengan peralatan dan pelayanan terbatas. Praktik tradisional dengan bantuan dukun atau bidan masih banyak terjadi sehingga bisa ditandai oleh AKI melebihi 200 per 100.000 kelahiran hidup.
Studi Komite Bersama tersebut menawarkan sejumlah solusi guna menurunkan jumlah kematian akibat persalinan. “Kami anjurkan agar pemerintah menentukan pilihan dengan memberikan fasilitas terbaik untuk semua rumah bersalin. Jika hal ini dilakukan akan bisa menurunkan AKI,” ujarnya.
Adapun Komite Bersama mengajukan beberapa rekomendasi konkrit guna menurunkan jumlah kematian akibat persalinan atau kelahiran. Pertama, pihaknya menyarankan agar semua perempuan Indonesia melahirkan di fasilitas yang memenuhi standar pelayanan persalinan sesuai standar WHO atau Organisasi Kesehatn Dunia.
Kedua, pemerintah harus memiliki strategi agar tujuan penekanan angka kematian ibu bisa tercapai di beragam wilayah. Ketiga, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diimbau agar bekerja sama membuat perencanaan program secara menyeluruh.
Di samping itu, laporan ini juga menyarankan sistem pelayanan diubah agar berada di bawah suatu lembaga yang dikelola oleh pemerintah pusat. Hal tersebut untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi saat ini terkait dengan kesenjangan pelatihan tenaga kesehatan. Selain itu, perlunya ditertibkan lisensi dan standar pelayanan di fasilitas dan pengumpulan data untuk pemantauan dan penilaian.
Trihono, Ketua Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa rekomendasi yang ditawarkan Komite Bersama sudah jauh-jauh hari dilakukan pemerintah. “Namun memang kami belum 100% melaksanakannya. Adapun, AKI yang selama ini dilakukan sesuai survey itu tidak semuanya benar,” paparnya.
Dia mengatakan pemerintah telah melakukan rencana jangka pendek dan intervensi yang spesifik di beberapa daerah. Menurutnya, provinsi dengan populasi besar akan berbeda dengan daerah terpencil, tertinggal dan terutama yang berada di kepulauan.
Untuk rencana jangka menengah, katanya pemerintah tengah mempersiapkan RPJMN (Rencana Jangka Menengah Nasional) dan Renstra (Rencana Strategis) bidang kesehatan. “Sementara untuk roadmap pelayanan kesehatan maternal dan neonatal masuk dalam RPJMN,” paparnya.
Dia memberi contoh, angka kematian ibu saat melahirkan atau persalinan didominasi di pulau Sulawesi. Hal itu disebabkan salah satunya oleh waktu dan jarak yang sulit ditempuh menuju fasilitas kesehatan.
Dia menambahkan, ke depan pemerintah akan melakukan pendataan ibu melahirkan dengan cara registrasi berbasis catatan sipil. Pihaknya mengklaim telah melaksanakan sistem registrasi tersebut di 15 kabupaten/kota yang bekerja sama dengan Mendagri.
“Karena pendataan masih menggunakan cara survey, sistem registrasi dilakukan untuk angka nasional dengan mengembangkan sample registration system,” ujarnya.
Saparinah Sadli, aktivis perempuan menuturkan tingginya angka kematian ibu salah satunya disebabkan oleh diskriminasi terhadap perempuan. Menurutnya, dua hak dasar perempuan yang dilanggar yaitu hak kesehatan dan hak pendidikan.
“60% dari perempuan yang meninggal ketika melahirkan berpendidikan rendah, gizi rendah dan pengetahuan rendah,” ujarnya.
Menurut Saparinah, pernikahan dini di Indonesia atau menikah sebelum usia 18 tahun masih cukup tinggi sebesar 46% dan dibawah usia 16 tahun sebesar 21.5%. Hal ini banyak terjadi lantaran desakan ekonomi keluarga dan didukung hukum yang berlaku yakni adanya izin dari pengadilan.