Bisnis.com, JAKARTA - Berdasarkan laporan pengaduan yang diajukan kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) hingga per Desember 2015, tidak ada pengaduan atas tindakan pembajakan buku.
Adapun rincian laporan pengaduan tersebut, untuk Paten 12 laporan, Merek 15 laporan, Hak Cipta 2 laporan, dan Desain Industri 3 laporan.
Hal yang menyangkut pembajakan atau pengopian ada di hak cipta dengan dua laporan saja, namun itu pun tidak meliputi pelaporan terkait buku bajakan. Hak cipta yang dilaporkan terkait dengan merek.
Salmon Pardede, Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI), memperkirakan ada banyak alasan mengenai ketiadaan angka atas pelaporan buku bajakan.
Pertama, dikarenakan ketidaktahuan si pencipta kalau bukunya sudah dibajak. Apalagi bila terkendala jarak, pencipta hanya akan tahu jika ada orang lain yang memberitahunya.
Kedua, mengenai edukasi. Ada beberapa kultur yang berkembang di masyarakat yang justrumerasa senang kalau miliknya dibajak. Belum memiliki kesadaran bahwa ciptaanya memiliki nilai ekonomi.
Ketiga, dari pribadi para pencipta sendiri enggan melaporkan.
"Ada anekdot gue lapor kehilangan kambing, gue harus bayar kebo. Artinya akan mengeluarkan biaya besar. Padahal tidak, kalau mereka datang ke kami. Kami akan tindak," tuturnya.
Dalam upayanya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Direktorat HKI, pihaknya akan melakukan sosialisasi setiap tahun. Pada 2016, ia akan mencoba menggiatkan forum group discussion (FGD).
"Apa sih keluhan kamu, daripada selama ini hanya sosialisasi kepada perguruan tinggi atau SKPD daerah. Ini langsung ke masyarakat selaku pengguna dan pencipta."
Salmon menjelaskan mekanisme pengaduan bersifat delik aduan. Harus ada pihak yang melaporkan terlebih dahulu. Bisa dilakukan secara langsung datang atau melalui surat. Setelah itu akan ada proses yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan.
Dirjen HKI, Ahmad Ramli, menyayangkan tidak adanya melaporkan untuk pembajakan buku. Ini juga menimbulkan keprihatinan.
"Sampai saya berpikir apakah penulis buku juga tidak banyak. Apalgi angka penghargaan royalti untuk penulis masih biasa. Saya juga pernah menulis dan tidak mendapat royalti yang baik, meski yangg beredar di luar juga banyak, ini membuat saya tidak tergerak untuk menulis berikutnya," jelasnya.
Atas upaya untuk menekan angka pembajakan ini, ia memyarankan untuk melaporkan ke Direktorat Jendral HKI, dan pihaknya akan memprosesnya.
Ahmad menambahkan sifat delik aduan ini juga telah dibuat versi online. Masyarakat tidak perlu repot datang langsung. Pihaknya akan mengontak kanwil untuk kasus yang terjadi di daerah. Ancamannya untuk pembajak tidak main-main, penjara 10 tahun dengan denda Rp4 miliar.