Bisnis.com, JAKARTA - Mizan mengakui telah menjadi korban bahkan saat baru memiliki bisnis Mizan Pustaka di Bandung.
Pangestuningsih, CEO Noura Book, anak perusahan Mizan, menjelaskan, pembajakan tersebut dimulai saat terbitnya buku milik Quraish Shihab. Seiring dengan lakunya buku-buku yang ditulis oleh Quraish, pihaknya menemukan bukunya ada di pasaran dengan kualitas berbeda. Begitu pun yang terjadi di format digital.
"Jadi hampir sebagian buku best seller Mizan ditemukan di internet dan bisa didapatkan di situ, seperti Laskar Pelangi dan Kite Runner. Hanya saja servernya dari
luar seperti Cekoslovakia. Jadi kita tidak tahu siapa pemiliknya. Penelusurannya kan jadi susah," jelasnya.
Menghadapi kondisi tersebut, Mizan berupaya untuk antisipasi agar sistem tidak terterobos. Mizan menggunakan platform yang terpercaya seperti google playbook. Formatnya juga terenkripsi tidak sekadar PDF. Tetapi menggunakan E-Pop yang terbaru.
"Jadi kalau ada dengan tweet dari seseorang yang mengatakan kalau di zaman sekarang, maraknya cybercrime, unit polisi yang menangani saja hanya 6 orang. Itulah tantangan terbesarnya," ungkapnya.
Menurut Tutu, sapaan akrbanya, pembajakan ini bersifat sembunyi-sembunyi sehingga susah untuk mendapatkan buktinya. Hal yang paling bisa dilakukan Mizan adalah menyebarkan informasi lewat social media mengenai peredaran buku bajakan yang mirip dengan produksi Mizan. Bahkan, dulunya sebelum ada media sosial, Mizan menyebarkan brosur yang berisikan perbedaan buku asli dan yang palsu.
Pada awalnya, Mizan pernah mengambil tindakan dengan melapor ke polisi pada akhir tahun 90 dan awal 2000. Tetapi tidak mendapatkan tanggapan yang sebagaimana mestinya.
Sementara untuk pelaporan kepada Dirjen HKI belum pernah dilakukan. Baginya, dari pihaknya atau penerbit lain serta asosiasi penerbit ketika melapor kepada pihak berwajib memang tidak serius menanggapi.
"Apalagi upaya tersebut telah coba ditempuh dari zaman bukunya Quraish hingga berkesimpulan itu tidak memudahkan dan tidak menyelesaikan masalah," tandasnya.
Dampaknya, mulai marak bermunculan penulis yang membiarkan bukunya menjadi copy-left bebas dari copy right. Bahkan ada yang mencetak dan menulis secara terang-terangan bahwa buku tersebut boleh diperbanyak.
Contohnya buku yang akan diterbitkan Mizan, karya Gobind Vashdev, alasannya karena ia memperoleh bahan tulisan dari alam, maka Anda boleh meniru bahkan menjualnya lagi.
"Tetapi karena dalam bentuk buku sudah ada campur tangan Mizan, desain, cover, dan sebagainya ya tidak boleh ditiru. Isinya saja, yang kalau ingin dikutip tanpa izin penulisnya boleh dilakukan," ujar Tutu.