Bisnis.com, JAKARTA--Pertengahan Juni silam sempat beredar kabar tidak menyenangkan dari aktris Oki Setiana Dewi. Kedua orang putrinya, Maryam Nusaibah Abdullah dan Khadeejah Fatimah Abdullah, terserang penyakit campak hingga masuk rumah sakit. Kabar ini menyita perhatian publik setelah seorang dokter bernama Piprim Basarah Yanuarso mengaku sudah mengingatkan Oki agar memberikan imunisasi kepada buah hatinya. Namun, aktris yang terkenal lewat film ‘Ketika Cinta Bertasbih’ ini ditenggarai termasuk kelompok yang menolak keberadaan vaksin.
Oki sendiri tidak pernah secara terang-terangan membantah atau mengakui tudingan tersebut. Dalam beberapa kali kesempatan dia memilih untuk menghindar. Dia hanya menjelaskan kalau kedua anaknya tersebut sudah pulih dari penyakitnya.
Terlepas dari benar tidaknya prinsip yang dipegang Oki tentang vaksin, faktanya memang masih ada saja kelompok masyarakat yang bersebrangan dengan imunisasi. Sebagian para penolak vaksin melandaskan prinsipnya pada dalih keagamaan, terutama Islam. Hal tersebut juga diakui oleh Asrorun Ni’am Sholeh, Sekretaris Komite Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Asrorun menjelaskan para penolak vaksin biasanya memiliki dua alasan yang berlandaskan keagamaan. Kelompok pertama menolak vaksin karena khawatir vaksin yang disuntikkan mengandung bahan yang tidak halal. Apalagi sempat beredar viral di masyarakat kalau vaksin mengandung enzim babi. Adapun kelompok kedua adalah mereka yang menolak vaksin secara keseluruhan karena menganggapnya menyalahi takdiryang sudah ditetapkan Tuhan.
“Perlakuan kita berbeda kepada keduanya. Kalau yang ragu halal atau haramnya tentu yang kita lakukan adalah memastikan vaksin tersebut memang halal,” ujarnya.
Asrorun menegaskan faktor halal atau haram suatu produk memang sudah diatur dalam Undang-Undang No.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Oleh karena itu, dia pun menghimbau para produsen vaksin agar segera mengurus sertifikasi halal vaksin untuk memberikan kepastian kepada masyarakat.
Asrorun menambahkan saat ini sudah banyak beredar produk vaksin halal. Beberapa produk juga sedang dalam proses pengajuan sertifikasi. Dengan demikian, masyarakat sudah bisa memilih produk vaksin yang dijamin kehalalannya.
Lantas bagaimana dengan kelompok kedua yang menolak vaksin secara keseluruhan? Dalam hal ini MUI sebenarnya telah menerbitkan Fatwa No.4 tahun 2016 tentang Imunisai. “Selama vaksin itu bagus untuk kesehatan tubuh dan jiwa, maka hukumnya boleh dilakukan,” tegas Asrorun.
Para ulama MUI memandang vaksin sebagai bagian dari upaya untuk melindungi kesehatan jiwa. Asrorun menegaskan hukum Islam justru mendorong manusia untuk menjaga kesehatannya. Konsep takdir justru harus dibarengi dengan usaha untuk menguatkannya. “Nabi saja waktu berperang menggunakan senjata. Itu kan bagian dari persiapan,” tuturnya.
Kekhawatiran masyarakat terhadap vaksin juga dipicu oleh efek demam yang biasa muncul setelah divaksin. Dalam hal ini, Asrorun menganjurkan harus memilih risiko yang paling kecil di antara risiko yang ada. Vaksin campak dan rubella misalnya, jika tidak diberikan berisiko menimbulkan penyakit berbahaya yang bisa menyebabkan kecacatan dan kematian. Dengan demikian, risiko demam setelah vaksin dipandang lebih kecil ketimbang risiko kedua penyakit tersebut.