Bisnis.com, JAKARTA – Busana etnis Tibet seringkali merefleksikan keadaan iklim maupun lingkungan wilayahnya. Dataran tinggi Tibet dikenal akan suhu yang dingin sepanjang tahun, badai pasir yang kuat dan padang rumput yang luas. Dapat dikatakan, gaya hidup seperti pakaian orang Tibet beradaptasi dengan lingkungan.
Chuba menjadi simbol orang Tibet, mantel panjang yang bersifat praktis namun modis. Biasanya Chuba tersebut terbuat dari kulit domba yang awet dan menghangatkan. Mantel tersebut didesain dengan ukuran besar dan longgar, dan dengan lengan yang terbuka lebar.
Baik laki-laki maupun perempuan, saat memakai Chuba biasanya mengenakan busana lapis kedua yang cerah dan warna-warni. Misalnya, kombinasi merah dan hijau, atau oranye dan biru, atau warna-warna kontras.
Aksesoris memainkan peran yang penting dalam pakaian Tibet dan utamanya meliputi anting-anting, liontin, ikat pinggang, dan perhiasan tangan. Aksesoris ini dihias dengan banyak logam mulia dan batu, dan beberapa juga mempunyai pola ukir yang rumit.
Dua desainer Joseph Lim dan Ba’i Soemarlono mengolah batik dengan siluet adaptasi etnis Tibet setelah melakuan perjalanan terakhirnya di Kota Mustang, daerah yang tersembunyi di antara dataran tinggi Nepal dan Tibet.
Tersembunyi di wilayah terpencil dan terisolasi dari Nepal Himalaya, antara Tibet di utara dan pegunungan Annapurna di selatan, membuat daerah itu tertutup bagi orang luar sampai 1992. “Isolasi telah melestarikan lanskap dan budaya unik yang tercermin dalam koleksi Populo Batik,” kata Ba’i.
Latar belakang alam dan kebudayaan unik ditawarkan oleh penduduk asli Mustang. Bagi mereka, pengalaman tersebut diwujudkan dalam koleksi busana dengan tajuk “Purity” atau kemurnian.
“Pertama kalinya, koleksi diperkenalkan pada 2017 Amazon Fashion Week Tokyo pada bulan Oktober, koleksi terinspirasi oleh tanah dan pemandangan, serta budaya dan orang-orang Mustang,” jelasnya.
Purity diterjemahkan ke dalam tiga bagian utama. Sekuens awal dibuka dengan koleksi berkonsep dan detail maskulin guna merefleksikan gunung Annapurna yang mengelilingi Kota Mustang. Tak heran, busana tersebut ditampilkan dengan warna coklat.
Sekuen kedua adalah barisan busana ringan yang melambai yang bergerak dinamis. Busana tersebut dimaksudkan sebagai karakter air yang mengalir dinamis mengikuti aliran. Untuk menggambarkan karakter air, busana tersebut ditampilkan dalam busana berwarna biru dengan corak putih.
Ketiga, adalah penggabungan dari keduanya dalam rupa karakter masyarakat yang tinggal di Kawasan Mustang. Ornamen bordiran di atas material beraksen quilting. Selain itu, aksen ikat dan teknik layering busana juga terinspirasi dari pakaian asli penduduk Mustang.
Sebagai informasi, digawangi oleh desainer Joseph Lim dan Ba’i Soemarlono, merek Populo diluncurkan di Jakarta di 1994. Pada 2013, perusahaan meluncurkan koleksi batik pertama dengan tujuan melestarikan seni dan pengerjaan batik Indonesia.