Bisnis.com, JAKARTA - Dunia sastra Indonesia bangga atas keikutsertaan karya dari dua sastrawan perempuan Indonesia dalam pameran buku internasional London Book Fair 2019 (LBF) pada 12-14 Maret 2019.
Kedua karya tersebut adalah Nayla oleh Djenar Maesa Ayu dan Potion of Twilight oleh Ratih Kumala.
Keikutsertaan kedua penulis perempuan di ajang internasional ini menjadi sejarah di dunia perbukuan Indonesia dalam ranah global.
Dua karya tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan siap dipamerkan dalam pameran yang berlangsung di Olympia, London.
Industri buku Indonesia dinilai akan menjadi sorotan dunia karena pada LBF 2019 Indonesia akan menjadi market focus country. Dua karya tersebut dipastikan akan meramaikan pasar hak cipta terjemahan buku fiksi dari Indonesia, sekaligus menjadi fokus promosi dalam ajang tersebut bersama karya-karya penulis Indonesia lainnya.
Nayla resmi dirilis pada Oktober 2018 dalam perhelatan Ubud Writers & Readers Festival. Sementara itu Potion of Twilight telah terbit sebelumnya di SOAS University of London pada 25 September 2018.
Kedua penulis buku perempuan ini dinilai mampu untuk menyapa pembaca global, khususnya sejak Frankfurt Book Fair 2018, di Jerman. Pada perhelatan di Frankfurt itu Indonesia menjadi tamu kehormatan. Artinya karya sastra perempuan Indonesia sudah diterima oleh pembaca global.
Buku Nayla menceritakan tentang perjuangan seorang gadis muda yang dipaksa bertumbuh lebih cepat dari usianya. Lika-liku hubungan ibu dan anak diceritakan secara terbuka dalam buku ini. Nayla yang hidup dalam tekanan kemarahan ibunya menjadi sering mengompol. Akibatnya, Nayla semakin sering dihukum oleh ibunya dengan cara yang tidak pantas.
Buku Ratih bertajuk Potion of Twilight terdiri dari 14 kisah pendek hasil imajinasinya. Dalam buku ini dia menggambarkan bahwa bumi terdiri dari berbagai larutan yang ditemukan oleh sekelompok penemu. Salah satu penemu menciptakan larutan gerak agar manusia bisa bergerak, angin bertiup, dan laut bergelombang.
“Satu-satunya cara untuk membuka pasar memang harus diterjemahkan terlebih dulu, karena pasar global perlu memahami isinya dengan bahasa internasional,” kata Foreign Rigths Manager Gramedia International Wedha Stratesti Yudha. Selain itu dia mengatakan bahwa pameran internasional akan mendukung terbukanya pasar buku Indonesia di mata dunia.
Sebetulnya kata Wedha, pertemuan dengan editor di luar negeri tidak begitu mudah.
“Kesulitan kita adalah tidak banyak penerbit internasional yang mengenal Indonesia sebagai negara, apalagi mengenal karya bukunya," katanya lagi.
Penerjemahan karya sastra berbahasa Indonesia menjadi bahasa Inggris merupakan kesulitan tersendiri. Selain karena biayanya tidak murah, sumber daya alih bahasa yang berkualitas juga masih kurang.
“Selain itu dari sisi kualitas kertas, desain, dan produksi buku terjemahan biasanya memang lebih mahal,” kata Kepala Bidang Sastra Gramedia Pustaka Utama Mirna Yulistianti.Belum lagi pembaca buku berbahasa Inggris juga belum banyak di Indonesia sehingga mmebuat buku berbahasa Inggris rendah serapan pasarnya. Akibatnya penerbit merugi ketika menerbitkan buku berbahasa Inggris.
Inilah yang menyebabkan publikasi buku berbahasa Inggris belum menjadi perhatian bagi para penerbit di Indonesia. Padahal, satu-satunya cara agar karya penulis Indonesia dapat dibaca lebih banyak orang asing adalah dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris.
Keikutsertaan penulis perempuan Indonesia pada pameran internasional diharapkan akan membuka jalan semakin banyaknya pembaca sastra Indonesia di seluruh dunia.