Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto mengatakan dalam setiap kompetisi akan ada dua pilihan; menang dan kalah. Pendidikan terhadap dua hasil tersebut harus diajarkan pada anak agar mudah menerima suatu hasil dalam hidupnya.
Susanto mengatakan segala kemungkinan akan selalu berpotensi terjadi, termasuk pada anak. Bagaimana pun peran orang tua cukup krusial untuk mengajarkan tentang kalah dan menang. Bagi Susanto, anak Indonesia harus dapat menerima dua kemungkinan itu.
Kendati harus menerima hasil yang didapat, orang tua juga harus mengerti bagaimana memberikan kiat kepada anak agar tetap berusaha maksimal guna mencapai hasil terbaik.
| Baca Juga Cara Menjauhkan Anak dari Insecurity |
|---|
“Anak yang punya kecenderungan sulit menerima kekalahan memiliki faktor beragam. Tidak tunggal. Faktor pengasuhan, faktor teman, faktor lingkungan sosial dan faktor game cukup berkontribusi. Maka, untuk mewujudkan generasi yang sportif, perlu proses dan didikan yang baik,” kata Susanto.
Meski proses pengenalan dan pendidikan bersikap ini cukup ampuh untuk anak-anak, tidak demikian di usia tua.
Psikolog Anak Anastasia Satriyo menyebutkan kepada orang berusia di atas 55 tahun cenderung sulit untuk diperkenalkan kembali soal sikap menerima kegagalan.
Di usia itu butuh sebuah titik balik besar untuk mengubah seseorang agar belajar kembali soal sikap menerima. “Di usia tersebut fungsi kognitifnya juga sudah mulai berkurang dibanding saat masih belia,” sebut Anastasia.
