Ilustrasi/Indiatimes
Relationship

Quarter Life Crisis, Ketakutan Anak Muda Hadapi Masa Depan

Dionisio Damara
Kamis, 3 Oktober 2019 - 12:19
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Tingginya harga sewa apartemen, karier mandek, lajang, kecemasan sosial, serta kehilangan arah untuk meraih tujuan hidup, merupakan ketakutan-ketakutan yang dialami oleh anak muda berusia 25 tahun ke atas dalam menghadapi masa depan.
 
Fase hidup di usia 20-an memang memiliki tantangan tersendiri. Saat di fase inilah, anak muda mengalami peralihan menjadi orang dewasa. Jalan pikirannya pun berubah. Segala hal yang belum terpikirkan saat masih sekolah, tiba-tiba muncul di kepala ketika berada di fase ini.
 
Beragam pertanyaan, seperti apakah pilihanku tepat, kenapa karir teman-temanku terlihat lebih baik, apa yang harus dilakukan setelah ini, dan untuk apa sebenarnya aku hidup, ialah jenis-jenis pertanyaan yang biasa muncul saat di fase quarter life crisis.
 
Juliana Piskorz, pada tahun lalu, pernah menuliskan pengalamannya di situs web Guardian. Kecemasannya muncul ketika menyadari bahwa segala harapannya tidak sejalan dengan realitas yang ada.
 
“Kepalaku mulai berputar, sesak menyambar dadaku, dan seketika kelenjar di telapak tanganku mulai mengeluarkan keringat,” tulis Juliana.
 
Kendati demikian, Juliana bukan satu-satunya orang yang mengalami fase tersebut. Studi LinkedIn pada 2017 menyatakan bahwa 72 persen orang muda di Inggris telah mengalami quarter life crisis, sementara 32,4 persen mengaku sedang mengalaminya.
 
James Arkell, konsultan psikiater di Rumah Sakit Nightingale di London, menyampaikan bahwa dirinya terkejut lantaran kerap menemukan anak muda yang tidak menghargai dirinya sendiri. Kondisi itu dipicu oleh tingginya standar pada masyarakat modern saat ini.
 
“Sangat sering anak muda usia 20-an , indah, berbakat, dan memiliki pekerjaan baik, tetapi tidak menyukai dirinya sendiri. Apa yang berkembang di masyarakat membuat mereka seolah-olah harus mengikuti itu sebagai standar,” ujar Arkell.
 
Menurut Arkell, agama berperan besar dalam menghadapi fase tersebut. Salah satu fungsi kepercayaan agama ialah kenyataan bahwa manusia lebih bersifat intrinsic daripada sekadar bersandar pada kinerja atau citra.
 
Selain itu, dia juga menyarankan agar orang-orang yang sedang mengalami fase tersebut untuk mampu menerima kondisi diri secara apa adanya.
 
“Terkadang penting untuk menerima hidup Anda seperti apa adanya saat ini, bahkan jika hidup itu belum sesuai dengan apa yang Anda inginkan,” tutur Arkell.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro