Ilustrasi ventilator
Health

Cek Fakta : Pemakaian Ventilator Berbahaya Bagi Pasien Terinfeksi Corona?

Desyinta Nuraini
Selasa, 14 April 2020 - 13:37
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Selama ini, pasien covid-19 disebutkan membutuhkan ventilator dalam membantu pernapasan saat mengalami sesak.

Karena itulah, alat yang satu ini menjadi andalan rumah sakit yang menangani pasien covid-19. Bahkan banyak negara yang menyatakan sulit mendapatkan ventilator karena keterbatasan pasokan.

Namun dalam beberapa pernyataan, alat bantu pernapasan, ventilator nyatanya tak menunjang kelangsungan hidup bagi para pasien virus corona, COVID-19. Bahkan alat ini justru dinilai membahayakan.

Dilansir dari Time, pejabat di New York, Amerika Serikat melaporkan lebih dari 80% pasien virus corona yang menggunakan ventilator dinyatakan meninggal dunia. Sementara di Britania Raya, angka kematiannya sebesar 66% dan di Wuhan dilaporkan 86% pasien meninggal walaupun menggunakan penunjang pernapasan ini.

Para ahli menyatakan sebenarnya penggunaan ventilator dapat memperburuk kondisi pasien, karena oksigen dengan tekanan tinggi dipaksa masuk ke kantung udara kecil di paru-paru pasien.

 "Salah satu temuan paling penting dalam beberapa dekade terakhir adalah ventilasi medis dapat memperburuk cedera paru-paru, jadi kita harus berhati-hati dalam menggunakannya," kata Dr. Eddy Fan, seorang ahli perawatan pernapasan di Rumah Sakit Umum Toronto, dilansir Bisnis dari Time, Selasa (14/4/2020). 

Hal serupa disampaikan Tiffany Osborn, spesialis perawatan kritis di Fakultas Kedokteran Universitas Washington. "Ventilator itu sendiri dapat merusak jaringan paru-paru berdasarkan berapa banyak tekanan yang dibutuhkan untuk membantu oksigen diproses oleh paru-paru," sebutnya dikutip dari Business Insider.

Negin Hajizadeh, seorang dokter perawatan kritis paru di Hofstra / Northwell School of Medicine di New York, juga mengatakan sejatinya ventilator tidak signifikan bekerja dengan baik terhadap pasien virus corona, berbeda dengan mereka yang menderita pneumonia. Dia menambahkan bahwa coronavirus melakukan lebih banyak kerusakan pada paru-paru daripada penyakit seperti flu. 

Kurangnya pilihan pengobatan untuk pasien virus corona memang menyebabkan sebagian besar dunia beralih ke ventilator untuk pasien yang terkena dampak terburuk. Namun melihat tingginya angka kematian yang dilaporkan di antara pasien yang menggunakan ventilator, mendorong beberapa dokter untuk mencari alternatif dan mengurangi ketergantungan. Apalagi saat ini, kebutuhan akan ventilator meningkat dan terjadi kelangkaan di sejumlah rumah sakit.

Joseph Habboushe, seorang dokter pengobatan darurat di Manhattan, mengatakan para dokter mencoba perawatan lain. Perangkat yang kurang invasif seperti masker pernapasan untuk sleep apnea kabarnya fapat digunakan untuk mengobati beberapa pasien COVID-19 dalam gejala awal.

Alat ini mengantarkan udara ke hidung melalui pipa bercabang. Kata Dr. Greg Martin, dokter perawatan kritis di Emory University School Kedokteran di Atlanta, kepada Stat News, perangkat noninvasif ini menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan ventilator. Salah satunya, saat memasang alat ini, pasien akan tetap sadar dan tidak memerlukan obat penenang. 

Memang, alat pernapasan non-invasif memang menimbulkan beberapa ancaman bagi petugas kesehatan, karena mereka dapat melepaskan partikel aerosol dari virus ke udara saat digunakan. Tetapi alat tersebut mungkin terbukti menjadi pilihan terbaik bagi pasien yang tidak mendapat manfaat dari ventilator.

Di sisi lain, sejauh ini pemakaian ventilator diperuntukkan bagi pasien yang tingkat infeksinya sudah parah. Para dokter biasanya memantau kadar oksigen darah pasien sebelum memasangnya.

Jumlah normal kadar oksigen darah berkisar 95% dan 100%, sedangkan jika berada pada tingkat 93% menandakan bahwa pasien mungkin segera mengalami kerusakan organ karena kekurangan oksigen. Apabila kadar oksigen darah turun dan tetap pada 80% atau di bawah, kerusakannya bisa berakibat fatal. 

Beberapa pasien COVID-19 kadar oksigen dalam darahnya bisa turun di bawah 70%. Meskipun mereka kekurangan oksigen, sebagian pasien ini tidak mengalami sesak napas, gangguan kognitif, atau kelainan jantung atau organ.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro