Ilustrasi aktivitas di depan komputer./Reuters-Kacper Pempel
Health

Selama Pembatasan Sosial, Jaga Anak dan Remaja dari Kejahatan Siber

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Sabtu, 18 April 2020 - 02:30
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Masa-masa pembatasan sosial yang membuat aktivitas di rumah meningkat bisa memunculkan tantangan ekstra bagi orang tua, termasuk dalam menjaga anak-anaknya dari ancaman kejahatan siber.

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan pada 2019, terdapat 653 kasus kejahatan siber yang melibatkan anak dan remaja. Laporan yang serupa dikeluarkan oleh UNICEF, di mana risiko penggunaan internet oleh remaja tanpa pengawasan termasuk juga pornografi, pelecehan seksual, radikalisme, dan perundungan siber.

Perwakilan UNICEF Indonesia Debora Comini menjelaskan remaja menghabiskan lebih banyak waktu online untuk belajar dan berhubungan dengan teman-teman. Oleh karena itu, penting bagi orang tua membantu anak-anak remaja mereka menavigasi peluang dan risiko yang dihadapi di dunia maya.

“Orang tua harus berbicara dengan anak remaja mereka secara teratur tentang aplikasi dan jejaring sosial yang mereka gunakan, berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk online, bagaimana memastikan bahwa pengaturan privasi dioptimalkan untuk menjaga mereka dan data mereka agar tetap aman, serta apakah mereka pernah mengalami sesuatu saat online yang membuat mereka khawatir,” paparnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Jumat (17/4/2020).

KPAI juga mencatat total pengaduan kasus pornografi dan kejahatan siber yang menjerat anak-anak mencapai 322 kasus pada 2014, 463 kasus pada 2015, 587 kasus pada 2016, 608 kasus pada 2017, dan 679 kasus pada 2019.

Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI Margaret Aliyatul Maimunah mengungkapkan peristiwa tersebut terjadi karena banyak faktor. Namun, salah satu pemicu utamanya adalah tidak bijaknya menggunakan media sosial (medsos) atau mudahnya akses internet melalui gawai.

“Dalam mengakses internet, anak-anak rentan terpapar berbagai konten negatif seperti pornografi, game online yang bermuatan kekerasan dan pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, adiksi gadget, radikalisme, serta perilaku sosial menyimpang,” tuturnya.

Adapun jenis aduan yang masuk di antaranya anak korban kejahatan seksual online, anak pelaku kejahatan online, anak korban pornografi di medsos, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku bullying di medsos. Sementara itu, kejahatan siber yang paling sering diadukan ke KPAI antara lain pelaku video pornografi, sexting (chat bermuatan konten pornografi), serta terlibat dalam grup-grup pornografi.

Kemudian, grooming atau proses untuk membangun komunikasi dengan seorang anak melalui internet dengan tujuan memikat, memanipulasi, atau menghasut anak tersebut agar terlibat dalam aktivitas seksual. Selain itu, ada juga sextortion yaitu pacaran online berujung pemerasan, cyber bully, perjudian online, live streaming video, dan trafficking serta penipuan online.

“Ini adalah tantangan bagi orangtua dalam mendidik anak di tengah deras dan cepatnya perkembangan teknologi melalui internet. Untuk itu, perlu ada kewaspadaan pada orang tua dalam melindungi anak-anaknya,” sambung Margaret.

Dia menambahkan pendampingan orang tua dalam penggunaan ponsel dan internet sangat penting, sehingga perlu ada komunikasi dan kesepakatan antara orang tua dengan anak dalam hal ini.

“Melihat ancaman bahaya tersebut, perlunya antisipasi dalam melindungi anak-anak dari pengaruh negatif internet dan kejahatan siber. Belum lagi, adanya ancaman UU ITE bagi anak,” ucap Margaret.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro