Bisnis.com, JAKARTA - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai metode pembelajaran jarak jauh di Indonesia belum diterapkan secara efektif dan maksimal.
Peneliti CIPS Nadia Fairuza Azzahra mengatakan, metode pembelajaran jarak jauh akan berjalan efektif bila didukung dengan adanya platform yang mampu diakses oleh siswa, guru, orang tua dan pihak-pihak yang mendukung jalannya kegiatan belajar mengajar.
Metode pembelajaran jarak jauh juga akan efektif kalau didukung adanya kapasitas yang memadai dari para guru. Hal ini penting untuk memastikan materi pelajaran dapat disampaikan dan dipahami siswa dengan baik walaupun tidak bertatap muka secara langsung.
Namun ada hal yang perlu dievaluasi dalam pelaksanaan metode belajar seperti ini. Tidak semua siswa, orang tua, guru dan sekolah memiliki kemampuan untuk menjalankan pembelajaran jarak jauh.
Adanya keterbatasan ekonomi serta belum meratanya kepemilikan fasilitas digital dan infrastruktur internet di daerah-daerah di Indonesia menyebabkan sebagian dari mereka sulit menjalankan pembelajaran jarak jauh. Dia mengungkapkan pemerintah perlu memikirkan solusi dari permasalahan ini supaya tidak ada siswa yang ketinggalan pelajaran.
”Banyaknya keluhan yang masuk mengenai implementasi metode belajar ini perlu mendapatkan penyelesaian. Beberapa di antaranya adalah keberatan para orang tua untuk mengeluarkan uang lebih untuk kuota internet, kesulitan siswa yang tidak memiliki laptop dan smartphone untuk mengikuti pelajaran dan juga keluhan atas penugasan yang berlebihan oleh para guru,” ungkap Nadia, Jumat (24/4/2020).
Untuk itu, CIPS merekomendasikan beberapa hal yang dapat dijadikan solusi atas permasalahan ini. Pertama, Kemendikbud perlu menerapkan pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan radio atau layanan pos untuk mengirim materi pembelajaran berbentuk fisik untuk daerah dengan jangkauan internet yang rendah.
Selain itu, lanjut Nadia, pemerintah daerah harus mengambil peran yang lebih aktif dalam membantu sekolah untuk membantu mereka melakukan pembelajaran jarak jauh, misalnya berbentuk bantuan finansial maupun bantuan pengadaan fasilitas pembelajaran jarak jauh.
“Kedua, pemerintah daerah dapat menyediakan asistensi dan konsultasi bagi para guru dan sekolah yang menjalankan program ini. Hal ini penting untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan yang dapat menghambat proses pembelajaran. Pada akhirnya yang terpenting adalah siswa dapat menerima materi pembelajaran dengan jelas,” tandasnya.
Ketiga, pemerintah juga perlu mengevaluasi pembelajaran jarak jauh sebagai persiapan dalam menghadapi kemungkinan panjangnya pandemi ini dan juga kemungkinan munculnya kondisi serupa di masa mendatang.
Nadia menyatakan, Indonesia perlu meningkatkan kapasitasnya untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh secara lebih baik di seluruh wilayah dalam jangka panjang.
Untuk itu, pemerintah perlu mengawasi proses pencairan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang saat itu sudah difokuskan untuk menjalankan pembelajaran jarak jauh, seperti untuk pembelian kuota internet dan pulsa untuk guru dan siswa.
Selain itu, bercermin pada dampak pandemi Covid-19 di sektor pendidikan, perlu adanya upaya untuk meningkatkan otonomi kepala sekolah. Hal ini dilakukan agar kepala sekolah dapat segera bertindak mengambil keputusan penting untuk mengatasi perubahan pola belajar yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Keempat, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah. Peningkatan kapasitas juga diperlukan untuk membantu para guru dalam mempersiapkan pembelajaran jarak jauh.
“Kami juga melihat adanya kemungkinan untuk membangun kemitraan antara pemerintah dengan swasta di sektor pendidikan, khususnya untuk meningkatkan infrastruktur dan fasilitas pembelajaran jarak jauh,” ungkapnya.