Bisnis.com, JAKARTA — Penundaan pembukaan bioskop yang semula dijadwalkan 29 Juli 2020 menjadikan platform video sesuai permintaan atau video on demand menjadi alternatif bagi pelaku industri film untuk meraih keuntungan dari karyanya.
Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan bahwa langkah tersebut menjadi pilihan baik saat ini.
“Ya, itu keputusan masing-masing [pelaku industri film]. Kondisi seperti ini, ada yang setia menunggu dan ada yang tidak, masing-masing punya kewenangan dan perhitungan dalam menentukan target pasarnya,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Rabu, (5/8/2020).
Namun, dia mewanti-wanti bahwa saat pandemi reda film yang sudah hadir di video on demand (VoD) tidak dapat berpartisipasi kembali ke layar sinema.
“Ya, nantinya saat nanti bioskop kembali buka, film yang sudah ke VoD tidak bisa ikut partisipasi karena kami minta yang first-run,” ujarnya.
First-run adalah istilah perfilman yang menjelaskan bahwa pertama kali sebuah film dilepas ke bioskop untuk ditonton. Adapun, saat ini lebih dikenal dengan premiere.
Djonny menjelaskan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan bila ada produser yang lebih memilih untuk menayangkan karyanya ke platform VoD. Menurutnya, terdapat urgensi lain bagi pelaku bioskop saat ini.
“Rezeki itu sudah diatur, fokus kami saat ini adalah perawatan gedung [bioskop], sudah empat bulan lebih dan berat memang karena tanpa ada pemasukan kami tetap merawat gedung-gedung.”
Salah satunya, tutur Djonny, adalah merawat proyektor karena jika tidak dinyalakan dalam waktu 3 hari–4 hari proyektor bisa rusak dan bila kerusakan terjadi pada mesin potensi kerugian bisa mencapai Rp200 juta.
Dia pun mengatakan bahwa saat ini insentif yang dibutuhkan dari pemerintah adalah untuk tidak memungut pajak atas bioskop, khususnya pajak hiburan. Pasalnya, langkah tersebut adalah untuk menjaga arus kas dari pemain bioskop Tanah Air.