Bisnis.com, JAKARTA -- Sejak Indonesia melaporkan kasus Covid-19 pertama pada bulan Maret 2020, cakupan imunisasi rutin dalam rangka pencegahan penyakit anak seperti campak, rubella, dan difteri semakin menurun.
Banyak orang tua yang paham akan pentingnya imunisasi namun takut untuk pergi ke layanan kesehatan terdekat.
Tingkat cakupan imunisasi difteri, pertusis dan tetanus (DPT3) dan campak dan rubella (MR1) berkurang lebih dari 35% pada bulan Mei 2020 dibandingkan periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya. Untuk lebih memahami efek pandemi COVID-19 terhadap imunisasi, Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan) dan UNICEF melakukan penilaian cepat pada April 2020.
Hasilnya menunjukkan bahwa 84% dari semua faskes melaporkan layanan imunisasi terganggu di kedua level yaitu Puskesmas dan Posyandu.
Dalam hasil survey tersebut juga menemukan bahwa, 51% responden melaporkan bahwa mereka dalam satu-dua bulan terakhir mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan atau pos pelayanan imunisasi selama pandemi COVID-19 untuk mengimunisasi anaknya.
Sedangkan hampir 50% responden lainnya tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau pos pelayanan imunisasi karena kondisi yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 atau karena anak-anak tidak membutuhkan vaksin dalam jangka waktu yang ditentukan.
Achmad Yurianto Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa walaupun sekolah sedang libur, namun catatan vaksin tetap ada dan diatur oleh puskesmas.
“Semua target vaksin pasti tercatat di puskesmas bukan berarti sekolahnya libur catatannya hilang, ya tidak. Kalau sekarang operasional belum bisa dilaksanakan kita mengingatkan pada keluarga anak, kita minta mereka mengakses layanan imunisasi. Kita melihat imunisasi itu tidak boleh dihentikan dengan catatan harus aman Covid,” tuturnya dalam Talkshow BNPB, Senin (31/8/2020).
Sebelum COVID-19, di Indonesia, sekitar 90% anak diimunisasi di fasilitas umum: 75% di posyandu, 10% di puskesmas, 5% di polindes dan 10% anak-anak lainnya diimunisasi di klinik dan rumah sakit swasta. Akan tetapi, selama pandemi COVID-19 responden survei menunjukkan bahwa klinik dan rumah sakit swasta menjadi sumber utama untuk mendapatkan layanan imunisasi untuk anak mereka (lebih dari 43%), puskesmas (29%) dan posyandu (21%).
Dr Kenny Peetosutan Spesialisasi Imunisasi UNICEF Indonesia mengatakan bahwa hal ini bisa terjadi karena belum tersedianya layanan imunisasi, terutama di tingkat posyandu dan puskesmas. Secara bersamaan, hal ini mencerminkan tingginya permintaan imunisasi mengingat orang tua dan pengasuh mencari fasilitas pelayanan kesehatan alternatif lainnya yang menawarkan layanan imunisasi yang dirasa aman.
“Para orang tua melaporkan kekhawatiran mereka atas tutupnya layanan imunisasi, terutama di tingkat posyandu. Sebagian besar pengasuh dan orang tua menilai pelayanan imunisasi di posyandu maupun kunjungan rumah lebih aman dibandingkan pelayanan imunisasi di fasilitas kesehatan karena berbagai alasan,” ujarnya.
Adapun, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan dan mensosialisasikan serangkaian pedoman dan protokol kesehatan, seperti Pedoman Pelayanan imunisasi pada Masa Pandemi COVID-19 dalam rangka mendapatkan pelayanan imunisasi yang aman, praktik imunisasi yang aman, dan pelaksanaan SOP pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas