Bisnis.com, JAKARTA – Pengaturan mengenai pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik awalnya bakal diterbitkan pada 2022. Namun demikian, terdapat beberapa alasan yang membuat beleid itu diterbitkan lebih cepat setahun.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris mengatakan, pemerintah sejatinya pada tahun inin akan lebih memprioritaskan mengenai paten.
Namun, menurutnya, banyak musisi yang datang dan mengeluhkan mengenai penerapan dan penghormatan kepada hak cipta musik di Tanah Air. Hal itu menjadi salah satu alasan mengapa Peraturan Pemerintah No. 56 /2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik diterbitkan pada tahun ini.
"Berapa kali banyak yang datang kawan-kawan musisi, saya bilang sudah tahun depan saja biar lebih fokus. Kita bangun data centernya, tapi kita sudah merencanakan," ujar Freddy, seperti dikutip dari Tempo.co Jumat (9/4/2021)
Meurutnya, pada awalnya pemerintah akan mengawali peraturan mengenai hak cipta musik dengan membangun pusat data lagu dan musik mulai 2020. Selanjutnya, pada tahun ini menyiapkan aplikasi dan peralatannya. Sementara itu pada 2022, kebijakan ini diluncurkan.
"Tapi persoalannya tidak seperti itu, banyak yang datang dan mengeluh, lagu dibajak dan dimonetize, makanya dilakukan percepatan-percepatan," tutur Freddy.
Seperti diketahui, beleid mengenai royalty music itu diteken Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021.
"Intinya, PP ini mempertegas Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/Atau Musik tentang bentuk penggunaan layanan publik bersifat komersial dalam bentuk analog dan digital," ujar Freddy dalam konferensi video, Jumat, 9 April 2021.
Adapun, menurut Freddy ketentuan mengenai royalti tersebut sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang No.29/2014 tentang Hak Cipta. Namun, beleid anyar ini mengatur secara lebih spesifik.
PP tersebut memuat tentang kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dan ataupun pada layanan publik. Royalti yang ditarik dari pengguna komersial ini akan dibayarkan kepada pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan/atau musik melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Adapun pengelolaan royalti yang diatur dalam PP ini antara lain adalah hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta yang dikelola, meliputi pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan dan komunikasi ciptaan.
Selanjutnya, hak ekonomi pelaku pertunjukan yang dikelola, meliputi penyiaran dan/atau komunikasi atas pertunjukan pelaku pertunjukan. Terakhir, hak ekonomi Produser fonogram yang dikelola, meliputi penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik.
"Namun catatan yang paling penting adalah ini mengatur penggunaan secara komersial, kalau enggak komersial enggak apa-apa," tutur Freddy soal beleid royalti musik dan lagu