Bisnis.com, JAKARTA – Akses masyarakat ke air minum yang layak dan bersih masih belum bisa terpenuhi 100 persen. Ada risiko kesehatan mengintai bagi warga yang belum bisa akses air minum yang terjamin kebersihannya.
Dokter Gastroenterologi Mitra Keluarga, Kaka Renaldi mengatakan bahwa air dilihitan melihat dari sumbernya, apabila sembarangan, sudah dimasak pun belum tentu aman.
“Sekitar 60-70 persen tubuh kita terdiri dari air, bukan hanya jumlah konsumsinya, tapi kualitasnya juga harus terjamin. Kualitas yang tidak baik bisa menyebabkan penyakit dan bisa bahaya bagi kesehatan,” ujar dokter Kaka, pada Workshop Persatuan Wartawan Indonesia secara virtual, Senin (19/4/2021).
Pasalnya, air yang tidak jelas sumbernya bisa terkontaminasi bakteri dan kotoran. Di rumah tangga, air bisa terkontaminasi air bekas mandi dan mencuci. Selain itu, jarak antara sumber air dan pencemar juga perlu diperhatikan.
“Sumber air, sumur misalnya, tidak boleh dangkal, atau dekat dengan jamban dan septictank. Kalau terlalu dekat bisa tercemar limbah rumah tangga, limbah industri dan logam berat. Banyak juga bakteri yang bisa mengkontaminasi,” kata Kaka.
Salah satu bakteri yang berbahaya dan umum ditemukan dalam air tak layak minum adalah bakteri E.Coli. bakteri tersebut hidup dalam tinja manusia dan hewan. Apabila sumber air tidak terlindungi bisa terkontaminasi oleh bakteri tersebut.
“Infeksi bakteri E.Coli pada saluran pencernaan bisa menyebabkan kembung, tidak nafsu makan, demam, pusing, nyeri otot, keram perut, dan diare sehingga akhirnya harus diobati dengan antibiotik,” kata Kaka.
Di Indonesia pada 2019, total kasus diare mencapai sampai 2 juta. Pada bayi dan balita diare menyebabkan lebih dari 1.000 kematian. Pada ibu hamil, bisa mengalami infeksi saluran kemih dan ginjal, tanpa harus dikonsumsi, misalnya untuk mandi dan mencuci.
“Konsumsi air tercemar bahkan bisa menyebabkan infeksi saluran otak pada bayi dan menyebabkan keguguran. Sehingga penting mendapatkan sumber air yang baik,” tegasnya.