Bisnis.com, JAKARTA - Menjalani pola hidup sehat dapat mengurangi risiko kanker, termasuk mengonsumsi buah-buahan, biji-bijian, dan sayuran yang merupakan sumber antioksidan.
Antioksidan telah lama dikenal sebagai zat yang dapat menetralkan radikal bebas dalam tubuh, sehingga mencegah kerusakan. Meskipun tubuh memproduksi beberapa antioksidan secara internal, namun sumber lain yang cukup berkontribusi ada pada sejumlah makanan.
Melansir Medical News Today, Rabu (5/5/2021), jamur kaya serat, vitamin, mineral, dan antioksidan. Mereka adalah sumber makanan yang sangat baik dari dua antioksidan, yakni ergothioneine dan glutathione.
Secara khusus, ergothioneine memiliki peran protektif terhadap kanker. Konsentrasi ergothioneine berbeda menurut jenis jamur, dengan jamur tiram, shiitake, maitake, dan king oyster yang memiliki konsentrasi lebih tinggi daripada jamur cremini, portobello, atau jamur kancing putih.
Studi laboratorium sebelumnya telah menunjukkan bahwa jamur memiliki efek antikanker. Namun, studi observasi tersebut memberikan hasil yang beragam, dengan beberapa menunjukkan penurunan risiko kanker dengan peningkatan asupan jamur, sementara yang lain menemukan korelasi yang tidak signifikan.
Meta-analysis yang menyelidiki hubungan antara risiko kanker dan konsumsi jamur hanya mencakup tujuh penelitian dan memeriksa risiko kanker payudara saja. Hal ini lantas mendorong para peneliti di Penn State College of Medicine dan Pennsylvania State University untuk melakukan tinjauan sistematis yang lebih komprehensif dan meta-analisis studi observasional.
Para peneliti yang mempublikasikan temuan mereka di jurnal Nutrition menemukan penurunan risiko kanker 34 persen pada kelompok yang mengonsumsi jamur. Ada risiko relatif kanker terkait lebih rendah 45 persen antara mereka yang mengonsumsi 18 gram jamur setiap hari dan mereka yang tidak mengonsumsi jamur.
Saat memeriksa kanker secara spesifik, meta-analisis hanya menemukan pengurangan risiko relatif yang dikumpulkan secara signifikan sebesar 35 persen untuk kanker payudara. Para penulis menghubungkan temuan ini dengan sejumlah kecil penelitian yang menyelidiki risiko jenis kanker lainnya.
Menurut para peneliti, kekuatan meta-analisis mereka adalah masuknya studi yang mengeksplorasi risiko beberapa jenis kanker, dengan mayoritas menggunakan metode penilaian diet yang divalidasi.
Selain itu, meta-analisis ini menguji bias publikasi dan termasuk analisis sensitivitas. Keterbatasan termasuk analisis studi kontrol kasus, yang dapat menimbulkan bias seleksi atau recall, yang berarti bahwa partisipan dalam kelompok terkontrol tidak mewakili populasi.
Meta-analisis juga menggabungkan studi dari populasi yang berbeda, memperkenalkan ketidaksetaraan dalam karakteristik dasar populasi studi. Misalnya, 14 dari 17 studi yang dimasukkan telah dilakukan di tiga negara Asia, yang mungkin membatasi generalisasi hasil. Terakhir, meta-analisis studi observasi menentukan hubungan antara eksposur dan hasil tetapi tidak membuktikan penyebab.
Hasil penelitian ini dapat memberikan batu loncatan untuk eksplorasi lebih lanjut tentang efek perlindungan jamur dan peran potensinya dalam pencegahan kanker. Penelitian di masa depan diperlukan untuk mengeksplorasi mekanisme yang mendasari dan sejauh mana jamur memiliki efek ini.