Bisnis.com, JAKARTA - Wacana penggunaan Ivermectin sebagai salah satu obat untuk kepentingan terapi penyembuhan Covid-19 masih menjadi pro kontra di masyarakat. Bagaimanakah Ivermectin atau yang lebih dikenal sebagai obat cacing ini di mata dokter paru?
Menurut Ahli Paru dari Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Budhi Antariksa, pro kontra terhadap Ivermectin di masyarakat merupakan suatu yang lumrah. Sebab, sampai saat ini belum ada satu obat pun yang direkomendasikan WHO sebagai obat Covid-19.
"Sampai saat ini WHO juga belum menetapkan obat untuk Covid-19, termasuk, remdesivir dan hidroksiklorokuin. Karena ini penyakit yang baru sehingga semua negara masih terus melakukan penelitian obat Covid-19," ujarnya seperti siaran resmi yang dikutip, Sabtu (26/6).
Menurut dokter dari Departemen Paru RS Persahabatan ini, Ivermectin sejatinya obat yang terbuat dari tanaman jamur dan telah dikembangkan lebih dari 30 tahun untuk obat antiparasit, termasuk untuk obat cacing pada manusia atau hewan ternak atau peliharaan.
Dari beberapa penelitian dan uji coba seperti di Jepang dan beberapa negara lain, Ivermectin bisa berperan dalam pengobatan virus. "Jadi semua itu ada bukti ilmiahnya yang dituangkan dalam jurnal kesehatan. Ivermectin bisa menghambat replikasi virus," ujarnya.
Dia menjelaskan virus itu seperti parasit yang tak bisa hidup di luar inangnya. Dengan meminum Ivermectin, replikasi bisa dihambat di dalam sel tubuh manusia. "Karena replikasi bisa dihambat, jumlah virusnya akan berkurang dan akan habis, termasuk virus Covid-19."
Dari data dan penelitian yang dilakukan di luar negeri, efektivitas Ivermectin untuk menghambat replikasi virus atau parasit di tubuh manusia sangat besar.
Jurnal kesehatan menyebutkan jika Ivermectin diberikan ke pasien yang meminum selama 1 hingga 5 hari dengan dosis terukur berdasarkan berat badan (200 mikrogram per 1kg berat badan), dan pada hari ke-8 dan 10 dilakukan PCR test maka minimal 80 persen pasien yang tadinya positif menjadi negatif.
"Memang di luar negeri sudah dilakukan penelitian. Penggunaan Ivermectin untuk terapi Covid-19 di Indonesia masih baru. Kementerian Kesehatan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) terus melakukan uji coba berbagai obat untuk terapi Covid-19. Termasuk Ivermectin," ungkap Budhi.
Saat ini Indonesia mengalami serangan Covid-19 varian Delta yang memiliki karakteristik virus memiliki karakteristik duplikasi yang sangat cepat.
Dokter di India menurut jurnal yang dibaca Budhi menyebutkan, Ivermectin mampu untuk menurunkan jumlah pasien positif Covid-19.
Rentang keamanan Ivermectin itu sangat besar. Jika tidak aman, menurut Budhi Ivermectin tak akan mungkin dipakai lebih dari 30 tahun. Memang efek samping dari Ivermectin ada namun dirinya melihat sangat minor, seperti nyeri ulu hati.
"Dari jurnal tersebut kelompok pasien yang diberikan obat dengan tambahan Ivermectin dibandingkan dengan kelompok pasien yang diberikan obat yang sama dan plasebo, angka kesembuhan pasien yang diberikan tambahan Ivermectin jauh lebih besar," jelasnya.
Menurutnya, pasien yang mendapatkan tambahan Ivermectin, efektivitas sembuhnya 60 persen sampai 70 persen sehingga obat itu mampu menekan jumlah pasien Covid-19 di India.
"Memang ada pro dan kontranya. Dengan varian yang sama dengan India, kita harus mengambil pelajaran berharga di India. Namun jika manfaat Ivermectin lebih banyak daripada mudaratnya, kenapa tidak kita coba. Kondisi saat ini bukan yang normal," kata Budhi.
Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh berbagai negara, Ivermectin juga berperan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengatur proses kelebihan sitokin.
Budhi menjelaskan dalam tubuh pasien yang terpapar Covid-19 akan terjadi badai sitokin (cytokine storm). Keluarnya sitokin dalam tubuh manusia adalah suatu yang wajar ketika ada virus yang masuk ke tubuh. Sebab sitokin dipergunakan untuk melawan virus atau parasit yang masuk.
"Ketika terpapar Covid-19, tubuh manusia akan mengeluarkan sitokin yang banyak untuk pertahanan. Ini seperti perang besar yang dilakukan tubuh terhadap virus atau parasit. Namun sitokin yang berlebih juga akan membuat tubuh menjadi tidak seimbang dan bisa menyebabkan kerusakkan. Ivermectin bisa mengurangi sitokin yang berlebih," ungkap Budhi.
Manfaat lain dari Ivermectin adalah mengurangi peradangan atau anti inflamasi. Ketika virus atau parasit masuk ke tubuh manusia, akan terjadi peradangan.
Peradangan yang berlebihan akan membuat daya tahan tubuh semakin buruk. Sehingga Ivermectin sudah terbukti selama 30 tahun sebagai anti inflamasi.