Bisnis.com, JAKARTA – Debat soal bagaimana pola asuh yang baik barangkali memang tidak akan ada habisnya. Namun, pola asuh buruk bisa berdampak negatif pula terhadap pertumbuhan anak.
“Anak tanpa pola asuh yang baik lebih berisiko terhadap berbagai masalah. Depresi, kecemasan berlebih, dan bentuk-bentuk agresi merupakan beberapa di antaranya,” demikian menurut profesor psikiatrik dan kesehatan mental California Southern University, Timothy J Legg.
Sekali lagi, definisi pola asuh yang buruk maupun benar memang mengandung relativitas. Namun, membaca tanda-tanda bahwa sebuah pola asuh dalam keluarga tergolong 'buruk' sebenarnya bisa dilakukan semua orang.
Dilansir dari India Times, Sabtu (8/1/2022), Senior Faculty Editor Harvard Health Publishing Clair McCarthy menyebut beberapa tanda-tanda dasar yang penting untuk direnungkan.
Salah satu yang paling umum adalah hukuman. Bila dalam pola asuh anak orang tua cenderung memberikan hukuman terhadap tindakan anak yang dinilai buruk, hal ini justru merupakan kemunduran.
Pandangan ini juga diperkuat oleh studio American Academy of Padiatrics, yang menyebut bahwa anak yang biasa dihukum akan cenderung suka berteriak dan mengumpat.
Dua tanda-tanda lain adalah inkonsistensi dan ketidakpekaan menjaga mood. Inkonsistensi dalam konteks ini meliputi aturan, janji, dan komitmen berkaitan relasi orang tua dan anak. Demi menjaga kualitas pola asuh, ketegasan terhadap tiga aspek ini merupakan hal krusial.
Sementara tanda ketiga, yakni ketidakpekaan dalam menjaga suasana hati juga mudah dideteksi. Bila masalah pribadi Anda mempengaruhi perubahan komunikasi atau interaksi dengan anak, artinya kualitas pola asuh Anda telah menurun.
“Jangan biarkan suasana hati berpengaruh. Pastikan Anda tidak menumpahkan kekecewaan atas sesuatu kepada anak.”
Adapun tanda-tanda keempat dan kelima, merupakan hal yang kadang dianggap sepele namun kerap diabaikan orang tua. Yakni interaksi yang tidak cukup dan kebiasaan memberikan hadiah mahal.
Menyoal interaksi, tantangan utama adalah soal mengatur waktu. Bila orang tua terus menurunkan durasinya berinteraksi terhadap anak, lazimnya kualitas pola asuh akan turun. Untuk itu, penting memastikan waktu luang di tengah kesibukan demi menjaga kualitas pola asuh.
Sedangkan terkait dengan hadiah mahal, faktor ini dinilai buruk terhadap mental anak. Sebab, kebiasaan memberikan hadiah yang terlampau mewah akan membuat orang tua tumbuh dengan mental mudah bergantung pada orang lain.
Terakhir dan juga kerap disepelekan, adalah “perbandingan.”
Menurut pakar, kebiasaan membandingkan perilaku anak dengan anak dari keluarga lain—baik secara sadar maupun tidak—merupakan hal yang bisa berimbas buruk terhadap kualitas pola asuh.
Hukum untuk menghindari perbandingan ini berlaku dalam segala aspek. Baik dalam kehidupan sekolah anak, bakat, kebiasaan, dan hal-hal sejenis.
“Orang tua mesti belajar menerima dan mengembangkan talenta yang dimiliki anak, bukan justru merenung soal apa yang bisa dilakukan anak-anak tetangga.”