Bisnis.com, SOLO - Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, Prof. Tjandra Yoga Aditama, mengatakan ada setidaknya empat faktor yang menyebabkan seseorang mendapati hasil tes Covid-19, baik tes antigen maupun PCR, berbeda-beda dalam sehari.
Dua di antaranya adalah jumlah virus yang ada pada pasien dan proses pengambilan sampelnya.
"Jumlah virus yang ada pada pasien. Proses pengambilan sampel, apakah memang tepat sesuai tempat yang ada jumlah virus yang memadai," kata Prof. Tjandra.
Sementara faktor lainnya, yakni transportasi sampel dari tempat pengambilan ke tempat pemeriksaan dan proses pemeriksaan di laboratorium.
"Baik aspek teknik laboratorik maupun juga proses administrasi pencatatan dan pelaporan hasil," ucap Prof. Tjandra.
Sementara itu, mengutip laman Prevention, ada empat kemungkinan hasil termasuk pada tes PCR, yakni benar positif, benar negatif, positif palsu, dan negatif palsu. Benar dan salah mengacu pada keakuratan tes, sementara positif dan negatif mengacu pada hasil yang Anda terima.
Professor di Department of Laboratory Medicine and Pathology at the University of Washington School of Medicine, Geoffrey Baird, M.D., Ph.D. pun menuturkan, hasil positif palsu berarti Anda telah mendapatkan hasil positif, tetapi tidak benar-benar terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Menurut dia, tes antigen paling akurat ketika yang menjalani tes memiliki gejala karena biasanya itu berkorelasi dengan adanya banyak virus di tubuh sehingga lebih mudah untuk dideteksi.
"Banyak orang berpikir menggali sedalam mungkin. Itu sebenarnya dapat menyebabkan beberapa hasil positif palsu. Ingus, rambut, darah, dan tambahan lainnya dapat mengganggu kemampuan tes untuk mengidentifikasi antigen SARS-CoV-2," kata Baird.
Walau begitu, standar emas pengujian Covid-19 yakni tetap dengan tes PCR, ungkap pakar kesehatan dari Johns Hopkins Center for Health Security, Gigi Gronvall, Ph.D.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan, meskipun spesifisitas tinggi dari tes antigen, hasil positif palsu bisa saja terjadi.
"Secara umum, untuk semua tes diagnostik, semakin rendah prevalensi infeksi di masyarakat, semakin tinggi proporsi hasil tes positif palsu," ungkap CDC.