Bisnis.com, JAKARTA - Tahun ini, Kota Jakarta telah menginjak usia ke-495, tepatnya pada Rabu, 22 Juni 2022. Di usianya yang sudah cukup tua, kini Jakarta telah berubah menjadi kota megapolitan yang padat dan rumah bagi semua suku bangsa.
Meskipun usia Jakarta terus bertambah, adat dan budaya Betawi tidak pernah luntur di tengah masyarakat kota metropolitan. Kini masyarakat suku asli Jakarta, suku Betawi mulai bergeser dan tinggal di pinggiran Jakarta.
Saat masyarakat Betawi tinggal di pinggiran Jakarta, mereka terus menjaga dan melestarikan budaya Betawi.
Simak 5 tradisi Betawi yang menarik untuk disimak:
1. Tradisi Nyorog
Berdasarkan laman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, tradisi Nyorog dimaksudkan untuk menjaga ikatan tali silaturahmi antarsaudara.
Diketahui, bahwa tradisi Nyorog adalah kebiasaan membagikan berbagi bingkisan makanan ke sanak saudara dan keluarga yang tinggalnya berjauhan, biasanya ini dilakukan oleh anak muda ke orang tua, terutama bagi pasangan yang baru menikah sebagai tanda hormat.
Bingkisan yang dibawa pun berupa kue-kue atau sembako dan daging kerbau. Bisa juga memberikan makanan khas Betawi yang dibawa dalam tentengan rantang
Sebenarnya, tradisi Nyorog tak hanya dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan saja, ada yang dilakukan menyambut Idul Fitri atau Lebaran. Tradisi Nyorog juga bisa ditemukan dalam prosesi upacara pernikahan.
Biasanya, pihak keluarga mempelai laki-laki mendatangi keluarga mempelai perempuan sebelum lamaran dengan membawa sorogan atau bingkisan makanan.
2. Tradisi Bersih Kubur
Bagi masyarakat Betawi, ziarah maupun bersih kubur dipandang sebagai salah satu aktivitas sosial keagamaan, di mana orang-orang yang berziarah kemudian membersihkan kuburan dari rumput-rumput yang sudah tinggi atau pun dedaunan yang berserakan di sekitar kuburan.
Tujuan tradisi ini dilakukan selain bersih-bersih kuburan, juga mendoakan orang yang sudah meninggal khususnya dari kalangan anggota keluarga, agar diampuni dosa-dosanya selama hidup di dunia.
Di dalam budaya Betawi kuburan yang dikunjungi dan dibersihkan tidak jauh dari sekitar rumah mereka. Dalam alam dan pola pikir orang Betawi, setiap orang diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Karena itulah, rumah orang Betawi memiliki tanah alias kebon yang luas. Tanah adalah untuk diwariskan, bukan dijual. Oleh sebab itu, dalam satu lingkungan tempat tinggal orang Betawi, kadang-kadang ditemukan ada kuburan keluarga.
3. Tradisi Nyelawat atau Ngelawat
Salah satu tradisi orang Betawi asli yang masih eksis hingga saat ini adalah Ngelawat atau Nyelawat dengan cara mengunjungi rumah tetangga, sanak keluarga ataupun orang lain yang sedang ditimpa kemalangan seperti kematian.
Berdasarkan laman dinaskebudayaan.jakarta.go,id, (22/05/2022), kebiasaan orang Betawi ini utamanya dilakukan oleh tetangga dan sanak keluarga terdekat.
Orang-orang yang datang ngelawat atau nyelawat biasanya membawa sumbangan berupa uang yang disebut "uang selawat" yang jumlahnya tidak ditentukan tergantung kemampuan serta keikhlasannya.
Adapun tradisi ini biasanya selalu diikuti oleh prosesi adat lainnya seperti membantu mengurus jenazah.
Pengurusan jenazah ini mulai dari memandikan hingga melaksanakan upacara bagi fidiyah atau pudie bertempat di masjid atau musala dan dipimpin oleh kiai setempat yang dituakan. Pihak keluarga jenazah menyerahkan perwakilan kepada kyai dengan mengucapkan ijab-kabul.
Kemudian setelah acara pemakaman selesai, dilakukanlah acara tahlilan. Acara ini merupakan tradisi sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang telah meninggal dan diwujudkan dalam doa-doa tahlilan.
Diketahui, acara ini dilakukan ketika seseorang yang meninggal telah mencapai 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari dari saat meninggalnya.
4. Upacara Adat Bikin Rume
Upacara Adat Bikin Rume merupakan salah satu upacara yang berhubungan dengan siklus hidup masyarakat Betawi. Bagi masyarakat Betawi, rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat berlindung dari gempuran musim yang tidak ramah.
Namun lebih dari itu, rumah adalah tempat dimulai terjadinya generasi mendatang yang kokoh lahir batin. Itulah sebabnya masyarakat Betawi saling tolong-menolong dan gotong royong untuk membantu pembangunan rumah.
Dilansir dari situs resmi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, upacara adat ini memerlukan persiapan dan ritual yang harus dilakukan masyarakat:
1. Masyarakat akan melakukan persiapan berupa perhitungan, menentukan hari baik, rejeki dan keselamatan pemilik rumah. Ini dilakukan dengan cara melaksanakan musyawarah antarwarga masyarakat yang terlibat.
2. Setelah mendapatkan hari yang tepat untuk membangun rumah, masyarakat akan melaksanakan doa bersama atau disebut 'Merowahan' atau permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk melindungi pembangunan rumah sehingga dapat berjalan dengan lancar. Para tetangga yang diundang hadir ke acara Merowahan ini akan dimohon untuk membantu proses pembangunan oleh calon pemilik rumah dengan bantuan sukarela, yang disebut dengan ‘baturan’ .
3. Selanjutkan warga akan membuat acara selamatan untuk mempersiapkan pembangunan rumah agar berjalan lancar. Tidak lupa, dilakukan juga prosesi 'ketik' yaitu pemilik rumah harus begadang semalam sebelum pembangunan rumah selesai, untuk menjaga keamanan rumah.
5. Roti Buaya
Terakhir, pernikahan adat Betawi juga identik dengan roti buaya. Jika julukan buaya kerap diberikan pada laki-laki yang suka menggombal dan dicap gak setia, justru adat Betawi menganggap buaya sebagai simbol kesetiaan.
Sepasang roti buaya biasanya ada dalam deretan seserahan. Satu roti berukuran besar melambangkan pria, sementara roti lainnya yang lebih kecil melambangkan mempelai wanita. Filosofi ini adalah simbol keberuntungan, kesetiaan, dan kemakmuran pasangan yang baru menikah.
Pada awalnya, roti buaya hanya dijadikan pajangan di rumah orangtua mempelai wanita sebagai tanda bahwa anak gadisnya sudah dilamar. Namun, kini masyarakat Betawi memilih untuk mengonsumsinya agar tidak mubazir.