Bisnis.com, JAKARTA – Populix, startup riset berbasis digital, mengatakan masalah finansial dan kesepian menjadi faktor pemicu sebanyak 54 persen orang Indonesia yang melakukan akses layanan kesehatan mental di telemedicine.
Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober, Populix mengadakan sebuah survei untuk mengetahui perkembangan isu kesehatan mental di era transisi endemi saat ini.
Survei yang dilakukan terhadap 1.005 laki-laki dan perempuan berusia 18 hingga 54 tahun di Indonesia ini terangkum dalam laporan Indonesia’s Mental Health State and Access to Medical Assistance yang dikutip, Senin (10/10/2022).
Berdasarkan survei Populix menunjukkan bahwa 52 persen masyarakat Indonesia, terutama perempuan berusia 18-24 tahun, menyadari bahwa mereka memiliki gejala gangguan kesehatan mental, baik dalam bentuk gejala ringan maupun berat.
Masalah finansial (59 persen) dan merasa kesepian (46 persen) merupakan faktor utama yang memicu munculnya gejala-gejala gangguan kesehatan mental tersebut.
Selain itu, masih terdapat juga beberapa faktor lainnya seperti tekanan pekerjaan (37 persen), trauma masa lalu (28 persen), tekanan dari pasangan (17 persen), tinggal di lingkungan yang buruk (13 persen), serta mengalami diskriminasi dan stigma (10 persen).
Hasil survei menemukan bahwa perubahan suasana hati yang cepat/mood swing adalah gejala yang paling sering dialami 57 persen responden dalam 6 bulan terakhir, diikuti perubahan kualitas tidur atau nafsu makan (56 persen), rasa lelah yang signifikan, energi menurun (42 persen), ketakutan atau kegelisahan yang berlebihan (40 persen), merasa bingung, pelupa, sering marah, mudah tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan ketakutan yang tidak normal (37 persen), kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi (35 persen), penarikan diri dari lingkungan sosial (30 persen), serta ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari (26 persen).
Beberapa responden juga merasakan gejala dalam tingkat yang lebih parah seperti mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan (13 persen), marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan (10 persen), berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman (9 persen), dan ingin melukai diri sendiri (9 persen), dan mencoba bunuh diri (6 persen).
Dari berbagai gejala gangguan kesehatan mental tersebut, survei memperlihatkan sebagian responden mengalami gejala-gejala tersebut setidaknya 2 hingga 3 kali dalam seminggu (42 persen).
Bahkan, 16 persen responden menyatakan mengalami gejala tersebut setiap hari. Apabila terus dibiarkan, gejala-gejala tersebut dapat berpotensi mengganggu aktivitas dan produktivitas sehari-hari, bahkan dalam kasus yang lebih parah, mengancam keselamatan jiwa seseorang.
Di tengah meningkatnya berbagai akses dan layanan kesehatan mental akhir-akhir ini, survei menunjukkan bahwa 69 persen masyarakat yang mengalami gejala gangguan kesehatan mental tidak pernah menggunakan layanan tersebut karena berbagai alasan.
Beberapa alasan utama yang mereka sampaikan adalah merasa tidak perlu untuk melakukan konsultasi (45 persen), meyakini bisa mencari jalan keluar sendiri (42 persen), biaya mahal (41 persen), dan malu untuk bercerita kepada orang tidak dikenal (33 persen). Namun demikian, sebagian masyarakat juga mengaku bahwa mereka tidak tahu adanya layanan kesehatan mental (27 persen).