Bisnis.com, JAKARTA - Tiga guru besar Unversitas Padjajaran (Unpad) memaparkan faktor-faktor penting dalam menentukan keberhasilan terapi obat dalam penanganan pasien.
Ketiga faktor itu yakni analisis selektif senyawa obat dalam matriks biologis, peran apoteker, dan peran kepatuhan pengobatan.
Guru Besar baru Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof Aliya Nur Hasanah memaparkan peran material polimer tercetak molekul pada analisis selektif senyawa obat dalam matriks biologis.
Prof. Aliya yang fokus dalam Bidang Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi menjelaskan, peranan metode analisis sangat penting dalam keberhasilan analisis obat dalam matriks biologis.
Menurutnya, metode yang baik untuk penentuan kadar obat dalam matriks biologis terutama darah, diperlukan untuk uji farmakokinetik, uji ketersediaan hayati obat, pemantauan terapi obat, analisis penyalahgunaan obat, analisis doping, serta untuk penentuan dosis akurat.
Sebagai reseptor buatan, katanya, Polimer Tercetak Molekul (PTM) telah dikembangkan untuk berbagai aplikasi termasuk kromatografi, ekstrasi fase padat, enzyme-liked catalysis, teknologi sensor, dan immunoassay.
“Sebagai reseptor buatan, penggunaan polimer tercetak molekul saat ini berkembang sangat cepat dan luas dalam bidang kimia farmasi analisis,” ujar Prof. Aliya dalam orasi ilmiah saat menjalani Upacara Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Jabatan Guru Besar Unpad.
Lebih lanjut Prof. Aliya mengatakan, pemilihan komponen yang tepat menjadi hal kritis pada sintesis material ini untuk memperoleh karakteristik seperti yang diinginkan.
Eksplorasi terkait kombinasi metode komputasi dan wet-lab untuk mempercepat proses pemilihan komponen tersebut menjadi fokus banyak peneliti.
Sementara itu, Prof. Dr. Melisa Intan Barliana mengatakan peningkatan kualitas hidup pasien adalah tujuan akhir dari pengobatan yang dilakukan.
"Hal ini sangat melekat dengan keberhasilan terapi,” ungkap Prof. Melisa dalam paparan orasi ilmiahnya yang berjudul “Peran Apoteker dalam Meningkatkan Keberhasilan Terapi Berbasis Personalized Medicine Melalui Pendekatan Pharmacogenetic”.
Dia mengatakan keberhasilan terapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik.
Prof. Melisa menyampaikan bahwa pengobatan yang berhasil adalah pengobatan yang efektif, tepat sesuai target pengobatan dengan efek samping yang kecil dengan tujuan akhir adalah meningkatkan kualitas pasien.
Menurutnya, peran apoteker adalah mengevaluasi pengaruh variasi genetik terhadap keberhasilan terapi, terutama terhadap profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat, serta dapat memberikan rekomendasi terapi berupa personalized medicine.
Sementara itu, Prof. Rizky Abdullah, mengatakan kepatuhan pengobatan didefinisikan sebagai proses pasien meminum obat sesuai dengan yang diresepkan.
Studi yang dilakukan oleh Prof. Rizky menunjukkan, sebesar 52.7 pasien (N=245) tidak patuh dalam minum obat antihyperlipidemic.
Dia menjelaskan bahwa ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan menurunnya kualitas hidup pasien.
Faktor-faktor yang menunjukkan alasan pasien tidak paruh dalam pengobatan adalah rendahnya kebutuhan (necessity) terhadap obat, tingginya kekhawatiran (concern) terhadap efek samping obat, persepsi yang buruk atau tidak tepat terhadap penyakit, dan penggunaan obat tradisional yang tidak tepat.
Prof. Rizky pun menyebutkan beberapa intervensi untuk mengatasi ketidakpatuhan, diantaranya, edukasi pasien, pengingat minum obat (medication taking reminders), medication regimen management, konseling dengan apoteker, cognitive behavioural therapies (CBT), dan incentives.
“Beberapa strategi diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan yang melibatkan apoteker dan pasien. Di antaranya, adaptasi dan optimalisasi guideline mengenai kepatuhan pengobatan dan perlunya practical support bagi apoteker,” ujar Prof. Rizky dalam orasi ilmiahnya.