Bisnis.com, JAKARTA - Bayi dan anak adalah orang dengan kategori rentan terhadap tenggelam karena masih memiliki keterbatasan fisik dan kognitifnya. Khususnya bayi atau balita yang masih menggunakan reflek primitif saja untuk menegakkan kepala dan menghirup udara.
Ririe Fachrina Malisie, Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (UKK ERIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan bahwa pertolongan pertama bagi bayi dan anak itu memiliki perbedaan. Adapun perbedaan teknik resusitasi atau teknik penyelamatan dengan posisi.
“Kalau kita melakukan pemijatan jantung pada bayi, kita cukup pakai dua jari, itu di tengah-tengah tulang dada. Kalau kita tarik garis dari puting susu bayi pas kira-kira ada pertengahan dengan tulang dada, itu 1 centi [cm], tepat di tulang dadanya itu dilakukan tekanan,” ujar Ririe Fachrina Malisie dalam media briefing World Emergency Day, di kantor IDAI, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2023).
“Jadi dinding dadanya itu masuk lebih kurang setengah dalamnya atau tiga sampai 4 cm, lalu kita lakukan kompresi pada bayi,” tambahnya.
Sementara itu, pertolongan pertama pada anak-anak bisa dilakukan dengan menggunakan satu telapak tangan yang diletakkan tepat di tulang dada. Kemudian, membuat semacam garis imajiner yang sejajar dengan puting susu sang anak.
Untuk teknisnya dapat menggunakan metode 15 kali kompresi dada, kemudian 2 kali napas buatan apabila tidak ada alat bantuan lain di sekitar kolam.
Tak hanya itu, adapun teknik mouth to mouth atau dengan menutup hidung sang anak, kemudian lepaskan. Dalam hal ini biarkan mulut anak tersebut terbuka supaya udara masuk ke dalam saluran pernapasan.
Ririe Fachrina Malisie juga menyatakan bahwa menurut data terdapat 70% anak yang meninggal karena tenggelam itu disebabkan oleh orang tuanya yang tidak pandai berenang.
“Untuk itu, kita sebagai pengawas atau penjaga sebaiknya kita juga mampu berenang sehingga kita juga dapat melatih anak kita agar dapat menyelamatkan diri,” tambahnya.