Ilustrasi kanker payudara/boldsky
Health

Teknologi AI dapat Mendeteksi Risiko Kanker Payudara Lebih Awal

Salma Permata Dewi
Kamis, 15 Juni 2023 - 11:18
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Saat ini, teknologi semakin berkembang, termasuk di bidang kesehatan. Artificial intelligence (AI) mampu membantu para ahli kesehatan dalam mengidentifikasikan adanya risiko kanker payudara dalam tubuh.

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang sering didengar. Sel kanker yang berkembang di dalam sel payudara ini memiliki berbagai tipe dan tahapannya. Wanita dapat mengalami kanker payudara kapanpun untuk segala umur. Pria juga bisa mengembangkan sel kanker, tetapi itu merupakan kondisi yang jarang ditemukan.

Selain faktor gaya hidup, kanker payudara disebabkan oleh beberapa faktor alami lainnya, yakni usia, gender, riwayat keluarga, paparan estrogen, dan lainnya. Beberapa faktor lainnya mungkin akan diidentifikasikan seiring jalannya waktu, seperti setelah menjalani perawatan beberapa kali. 

“Mengidentifikasikan faktor risiko baru akan membantu kami mengidentifikasi wanita dan dapat memperoleh manfaat dari lebih banyak skrining kanker dengan tujuan mengurangi diagnosis kanker payudara stadium lanjut dan kematian akibat kanker payudara,” kata Vignesh Arasu, ilmuwan riset Kaiser Permanente dan ahli radiologi yang berspesialisasi dalam pencitraan payudara, dilansir dari Healthline.

Teknologi dapat membantu ahli kesehatan dalam mengidentifikasikan risiko-risiko kanker tersebut. Menurut studi jurnal Radiological Society of North America (RSNA), AI mungkin menjadi bantuan penting untuk memprediksi risiko kanker payudara seseorang.

Studi tersebut mencakup menunjukkan bahwa AI dapat mengungguli salah satu model risiko klinis standar. Model tersebut saat ini digunakan untuk memprediksi risiko lima tahun seseorang terkena kanker payudara, yakni konsorsium.

Spesialis kanker payudara yang tidak terlibat dalam penelitian memuji penelitian tersebut sebagai hal yang menjanjikan bagi penyedia layanan kesehatan dan pasien mereka. Para ahli berharap pada kecerdasan buatan ini untuk membantu dunia kesehatan ke depannya. 

“Kami selalu menganggapnya sebagai cara untuk membuat temuan. Nah, penelitian ini bukan tentang menemukan kanker di sana sekarang, melainkan tentang mencari tahu siapa yang berisiko lebih tinggi terkena kanker di masa depan. Ini adalah cara yang sangat menarik dan penting bagi kecerdasan buatan untuk berperan,” kata Nina Stuzin Vincoff, kepala representasi kanker payudara di Northwell Health, New York.

Studi yang digarap oleh Arasu tersebut bersifat retrospektif atau melihat kembali apa yang telah terjadi. Arasu dan timnya memulai mengidentifikasi lebih dari 324.000 wanita yang melakukan mammogram atau x-ray di Kaiser Permanente Northern California pada 2016. Hasilnya mereka tidak memiliki tanda kanker payudara.

Kemudian, mereka mempersempit subjek menjadi sub-kelompok acak untuk dianalisis. Studi tersebut menemukan ada 4.5584 wanita dengan diagnosis kanker payudara di antara tahun 2016 dan 2021. Para peneliti mengevaluasi lima algoritma AI dan menghasilkan skor untuk mammogram negatif wanita ini dari tahun 2016. 

Skor tersebut dimaksudkan untuk mendeteksi kanker payudara, tetapi masih dievaluasi apakah skor yang sama ini dapat memprediksi risiko kanker di masa depan hingga lima tahun. Arasu juga menjelaskan bahwa timnya menggunakan model risiko klinis konsorsium atau BCSC untuk menilai risiko kanker payudara mereka berdasarkan faktor risiko tradisional mereka dari tahun 2016. 

Konsorsium atau BCSC merupakan model risiko klinis yang umum digunakan untuk memprediksi risiko kanker payudara. Metode ini menggunakan informasi yang dilaporkan sendiri dari pasien. Faktor-faktor, seperti usia, riwayat keluarga, dan lainnya, juga memengaruhi metode BCSC. 

Penelitian ini mencari tahu apakah AI dapat melakukan hal tersebut. AI hadir untuk menemukan banyak celah yang kemungkinan akan terjadi dalam melakukan identifikasi. Mungkin Anda bisa berisiko tinggi terkena kanker karena faktor lain selain faktor yang digunakan dalam metode BCSC. 

Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa model penilaian risiko AI dapat meningkatkan identifikasi pasien dengan risiko rata-rata yang lebih mungkin mengembangkan kanker payudara dalam interval waktu lima tahun. Walaupun demikian, masih banyak lagi yang harus diketahui, dievaluasi, dan ditingkatkan oleh para ahli. Penelitian perlu dilakukan untuk melihat apakah algoritma dapat dibuat menjadi lebih akurat. 

Ada proyek lain yang dilakukan mengenai AI dalam mengidentifikasikan kanker payudara ini, yakni proyek GEMINI. GEMINI (Grampian's Evaluation of Mia in an Innovative National Breast Screening Initiative) merupakan proyek inovatif untuk memahami dampak pengenalan AI ke dalam program pemeriksaan payudara di NHS Grampian. Proyek ini merupakan kolaborasi NHS, University of Aberdeen, dan industri swasta.

Proyek ini pada dasarnya sama dengan penelitian yang dilakukan Arasu, yakni menggunakan mammogram. Dilansir dari BBC, Kheiron Medical Technologies mengembangkan model AI Mia yang digunakan dalam uji coba dengan Microsoft dan menyediakan layanan cloud computing untuk mendukungnya. 

June, peserta uji coba yang pernah menjalani operasi serupa sebelumnya, menerima biopsi untuk mengangkat sebagian kecil jaringan payudaranya untuk pengujian setelah Dr Gerald Lip, direktur klinis Program Skrining Payudara Skotlandia Timur Laut, menjelaskan bagaimana alat AI membantu mengidentifikasi area yang menjadi perhatian. Dengan mengklik sebuah tombol, ahli radiologi dapat melihat dan memeriksa perbedaan yang diidentifikasi oleh AI antara kedua pemindaian.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro