Bisnis.com, JAKARTA- Industri fesyen telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari ekonomi global. Namun, seringkali kita mendengar bahwa industri ini adalah salah satu yang paling merusak lingkungan. Tetapi, tahukah Anda bahwa fesyen juga memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi positif terhadap gaya hidup berkelanjutan?
Dalam beberapa tahun terakhir, ada peningkatan kesadaran tentang mode berkelanjutan, atau yang sering disebut sebagai sustainable fashion. Hal ini membuktikan bahwa, dengan pendekatan yang bijak, industri fesyen memiliki kemampuan untuk mengubah cara kita berpakaian menjadi lebih bertanggung jawab terhadap planet ini.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengidentifikasi industri fesyen sebagai industri paling berpolusi kedua, yang menghasilkan 8% dari seluruh emisi karbon dan 20% dari seluruh air limbah global; Hal ini juga menyumbang seperlima dari 300 juta ton plastik yang diproduksi setiap tahunnya dalam skala global.
Global Fashion Agenda memperkirakan pada tahun 2015 saja industri tekstil dan pakaian global bertanggung jawab atas konsumsi: 79 miliar meter kubik air, 1,715 juta ton emisi CO2, dan 92 juta ton sampah. Dengan kecepatan seperti ini, angka-angka ini dapat meningkat setidaknya 50% pada tahun 2030.
Kenyataannya adalah industri fesyen sebagian besar ditentukan oleh permintaan konsumen, dan saat ini permintaan akan praktik fesyen berkelanjutan semakin tinggi. Dalam survei yang dilakukan oleh McKinsey pada awal pandemi Covid-19, “67 persen [responden] menganggap penggunaan bahan ramah lingkungan sebagai faktor pembelian yang penting, dan 63 persen juga menganggap promosi keberlanjutan suatu merek adalah hal yang sama.”
Ekonomi sirkular telah diterapkan di beberapa bidang industri furniture, makanan, dan mode. Misalnya, IKEA, produsen furniture terbesar di dunia, telah menerapkan skema pembelian kembali furnitur kepada pelanggan dengan memberikan voucher IKEA sebagai imbalan atas furniture IKEA yang tidak lagi dipakai.
Model ekonomi sirkular yang serupa sudah diterapkan di industri fesyen, dengan menggunakan kembali tekstil dan bahan yang tidak terpakai.
Uniqlo dan Adidas, misalnya, telah menerapkan skema pengembalian ini, dengan memberikan fasilitas kepada pelanggan untuk mengembalikan barang fesyen yang tidak diinginkan ke produsen.
Hal serupa juga diterapkan oleh merek lokal Indonesia seperti brand lokal di Indonesia, mengedepankan prinsip fesyen berkelanjutan dalam pemilihan bahan. Tekstil berbahan katun, linen, dan tencel merupakan bahan pengganti yang berasal dari proses daur ulang.
Menerapkan keberlanjutan dalam industri fesyen bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan perubahan besar dalam kebiasaan konsumen. Ini mencakup mengurangi pembelian impulsif dan memprioritaskan kualitas daripada kuantitas. Salah satu tantangan terbesar adalah perkembangan industri "fast fashion" yang berproduksi dengan cepat dan memperbarui koleksinya dengan sangat sering. Hal ini berarti semakin banyak limbah tekstil yang terbuang.
Bahkan para luxury houses pun ikut terlibat, seperti Valentino yang mendukung penjualan kembali barang mewah dengan inisiatif "Valentino Vintage", mendorong barang-barang antik Valentino untuk diserahkan ke toko-toko terpilih di seluruh dunia dengan imbalan kredit toko.
Daya tahan dan pesona tas Louis Vuitton Speedy, yang pertama kali diluncurkan pada 1930-an, memungkinkannya mempertahankan sebagian besar value-nya saat akan dijual kembali, dan karena kelangkaannya, produk pre-owned dari Hermès memiliki nilai 10% lebih tinggi dari harga retail.
Semakin banyak orang menyadari pentingnya fesyen berkelanjutan, semakin banyak peluang tren yang muncul. Ini bisa menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk berkontribusi pada perubahan positif. Bahkan, bisa dikatakan bahwa fesyen berkelanjutan bukan lagi sekadar tren, melainkan sudah menjadi kebutuhan yang kita semua harus ikuti.
Salah satu contoh adalah penerapan konsep Circular Fashion atau fesyen sirkular. Tujuan utamanya adalah mengurangi limbah tekstil dan memperpanjang umur pakai pakaian, sambil tetap menjaga kualitas dan gaya. Perusahaan fesyen mulai mempertimbangkan desain yang dapat didaur ulang dan teknologi produksi berkelanjutan.
Menjual barang fesyen bekas (thrifting) merupakan salah satu langkah fesyen sirkular. Daripada membuang barang-barang yang tidak diperlukan, penggunaan kembali aka menurunkan konsumsi pakaian, sehingga mengurangi jejak karbon industri.
Industri fesyen harus melek dalam menciptakan rantai pasokan yang sehat, dan pemerintah juga perlu memberikan dukungan yang tepat melalui pembuatan peraturan yang tegas dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya fesyen berkelanjutan. Terakhir, keterlibatan masyarakat dalam gerakan ini juga tidak kalah pentingnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa industri fesyen memiliki peran yang signifikan dalam mempromosikan gaya hidup berkelanjutan. Dengan kesadaran konsumen yang terus berkembang dan inovasi yang terus muncul, industri fesyen dapat menjadi agen perubahan positif dalam upaya menuju kehidupan yang lebih berkelanjutan. Mari kita bersama-sama mengambil langkah menuju fesyen yang ramah lingkungan dan memberikan dampak positif bagi dunia.