Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia dinilai bisa meniru keberhasilan Swedia dan Norwegia dalam menurunkan prevalensi perokok penduduknya.
Akademisi yang juga mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tikki Pangestu mengatakan angka prevalensi merokok di Indonesia saat ini sudah menembus 69,1 juta orang.
"Prevalensi merokok di Indonesia sudah tinggi, tetapi pemerintah belum memberikan dukungan terhadap pemanfaatan produk tembakau alternatif," katanya, dikutip Senin (20/11/2023).
Hal tersebut dikatakan dalam forum diskusi dengan tema “From Smoke to Smokeless: Exploring THR Strategies from Across the Globe”, Rabu (8/11/2023).
Dia menjelaskan keberhasilan Swedia dan Norwegia dalam menurunkan prevalensi merokok melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif, seperti kantong nikotin, rokok elektronik, dan produk tembakau yang dipanaskan, diharapkan dapat ditiru oleh Indonesia.
Menurutnya, dengan memaksimalkan produk tembakau alternatif seperti yang dilakukan Swedia dan Norwegia, Indonesia berpeluang besar untuk menurunkan angka perokoknya.
Pada November 2022, Pemerintah Swedia telah mengonfirmasi tingkat merokok di negaranya turun menjadi 5,16 persen dari sebelumnya 11 persen pada 2015. Prestasi tersebut diwujudkan melalui strategi pengurangan bahaya tembakau dengan mamaksimalkan produk tembakau alternatif.
Adapun berdasarkan data macrotrends.net, Norwegia berhasil menurunkan prevalensi merokok secara signifikan. Pada 2000, prevalensi merokok di Norwegia sebesar 44 persen. Dalam 20 tahun kemudian, prevalensi merokok di negara ini menjadi 16,20 persen.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti senior di Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia, Karl Erik Lund menambahkan Norwegia dan Swedia memiliki posisi yang unik dalam menilai risiko kesehatan masyarakat.
Kedua negara memberikan akses bagi produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin (snus) untuk bersaing dengan rokok di pasar.