Bisnis.com, BANDUNG – Sebuah penelitian menemukan bahwa penggunaan obat penghilang rasa sakit (painkillers) dalam jangka panjang pada orang yang berusia di bawah 25 tahun dapat meningkatkan risiko penyakit mental dan penyalahgunaan zat di kemudian hari.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di The Lancet Regional Health Europe ini menunjukkan bahwa 29% orang yang berusia di bawah 25 tahun dengan nyeri kronis cenderung mengalami penyakit mental di masa dewasa.
Namun, risiko penyakit mental meningkat menjadi 46% ketika mereka menggunakan obat penghilang rasa sakit dengan resep dokter.
Nyeri kronis adalah kondisi nyeri yang menetap dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari penderitanya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kondisi seperti artritis, cedera, atau kanker.
Penanganan nyeri meliputi identifikasi masalah yang mendasari dan pengobatan untuk meredakan gejala, termasuk penggunaan obat pereda nyeri.
Para peneliti dalam studi ini juga melihat adanya hubungan antara penggunaan obat penghilang rasa sakit yang diresepkan pada usia muda dan peningkatan penggunaan opioid di kemudian hari.
Temuan ini menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan obat penghilang rasa sakit memiliki risiko 82% lebih tinggi terkena penyalahgunaan zat.
Para peneliti memperoleh temuan ini setelah menyesuaikan faktor-faktor lain, termasuk jenis kelamin, kondisi, kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, BMI, tahun kelahiran, penyakit mental sebelumnya, dan penyalahgunaan obat-obatan.
Studi ini meneliti hasil pemeriksaan kesehatan dari 853.625 partisipan berusia antara 2 hingga 24 tahun. Dari total partisipan, 115.101 mengalami nyeri kronis, 20.298 menggunakan obat penghilang rasa sakit secara berkala, dan 11.032 didiagnosis menderita nyeri kronis dan diberi obat penghilang rasa sakit.
Para peserta ditindaklanjuti selama rata-rata lima tahun setelah usia 25 tahun. Selama masa tindak lanjut, 11.644 peserta mengalami penyalahgunaan zat, 143.838 memiliki kesehatan mental yang buruk dan 77.337 menerima setidaknya satu resep opioid.
"Sudah jelas bahwa manajemen nyeri kronis pada kaum muda perlu dioptimalkan. Kita tahu bahwa mengobati rasa sakit dapat menyebabkan bahaya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, tetapi juga penting untuk menghindari ketergantungan berlebihan pada obat-obatan yang dapat menyebabkan ketergantungan pada obat resep atau non-resep di kemudian hari," kata Dr. Andrew Lambarth, seorang peneliti dari University of London, mengutip laman Medical Daily, Selasa (21/11/2023).
“Kami sekarang perlu bekerja sama dengan semua penyedia layanan kesehatan untuk membantu mereka menimbang risiko dan manfaat dari pemberian obat penghilang rasa sakit di usia muda dan mendorong pertimbangan pendekatan manajemen non-obat lain yang diakui dan efektif," tambahnya.
Para peneliti mengakui bahwa tren yang ditemukan dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu alasannya adalah karena anak muda yang menerima obat penghilang rasa sakit mungkin mengalami rasa sakit yang lebih parah atau lebih sering, mungkin juga karena penyebab rasa sakit yang berbeda. (Kresensia Kinanti)