Bisnis.com, JAKARTA - Kasus diare pada anak, khususnya bayi dan balita masih cukup tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini sering disepelekan, padahal jika terlambat ditangani bisa membahayakan nyawa.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, di Indonesia pada 2013 - 2018 pada balita kasus diare cukup besar mencapai 18,5 persen balita. Kemudian pada 2018 turun ke 12,3 persen.
Sementara itu, pada bayi kasus diare mencapai 10,6 persen dan pada semua usia di atas 5 tahun kasusnya mencapai 7-8 persen.
Meski demikian, diare dapat menyebabkan kematian. Diare menyumbang 8,5 persen penyebab kematian, di bawah infeksi paru pneumonia dan malaria pada balita, dan menjadi penyebab kematian terbanyak kedua pada balita.
Pada anak lebih tua atau anak usia sekolah bahwa diare menjadi penyebab kematian anak sebesar 5 persen.
Gejala Diare
dr. Himawan Aulia Rahman dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan, diare memiliki dua komponen, yaitu ketika ada perubahan konsistensi feses menjadi lebih encer, dan pada diare buang air besar (BAB) menjadi lebih sering lebih dari 3 kali sehari.
Diare sebagian besar akan sembuh cepat, kurang dari seminggu, hanya sebagian kecil lebih dari seminggu. Namun, dalam sebagian kasus diare bisa menyebabkan malnutrisi, stunting, dan gizi buruk kalau terjadi lebih dari 2 minggu.
dr. Himawan menjelaskan, diare bisa mematikan karena pengeluaran cairan dari tubuh dari saluran cerna yang lebih banyak dari biasanya.
"Semakin kecil usia seseorang, komponen air dalam tubuhnya lebih tinggi. Pada balita 80 persen, pada anak 70 persen. Kalau ada diare, balita lebih rentan kena komplikasi dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa, makanya kematiannya lebih tinggi dari usia di atasnya," ujarnya.
Dehidarasi sendiri ditandai dengan beberapa ciri yang harus dipahami orang tua, yaitu ketika anak menjadi lemas, sudah tidak bisa minum, kulitnya tidak elastis, dan matanya terlihat cekung.
"Belum lagi kalau muntah, kaki tangan sudah dingin, dan buang air kecilnya berkurang, itu sudah terlambat dan harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan," jelasnya.
Adapun, penyebab utama diare adalah infeksi bisa dari virus, bakteri, dan lainnya. Di seluruh dunia, paling banyak diare disebabkan oleh infeksi virus Rotavirus.
Di Indonesia, virus itu menjadi 70 persen penyebab diare yang lamanya kurang dari 1 minggu. Penularan virus ini bisa terjadi bisa karena perliaku, misalnya anak tidak mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan, MPASI terlalu dini misalnya dalam usia 4-5 bulan, atau perilaku hidup bersih dan sehat yang buruk.
Untuk menangani anak yang terkena diare, dr. Himawan mengatakan paling penting adalah untuk menggantikan cairan yang hilang, salah satunya dengan mengonsumsi oralit.
Selain itu, hindari penggunaan antibiotik sembarangan, karena kebanyakan kasus diare disebabkan oleh virus yang tidak akan mempan diobati dengan antibiotik.
"Konsumsi antibiotik malah bisa membunuh bakteri baik dalam usus yang malah bisa memperparah diare," jelasnya.